Kamis 19 Nov 2020 14:16 WIB

Jaksa Swedia: Pembakaran Alquran Bukan Kejahatan Kebencian

Penyelidikan terhadap dua protes anti-Islam dimana Alquran dibakar dihentikan.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Jaksa Swedia: Pembakaran Alquran Bukan Kejahatan Kebencian
Foto: republika
Jaksa Swedia: Pembakaran Alquran Bukan Kejahatan Kebencian

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Seorang jaksa penuntut di Swedia menyatakan penodaan terhadap kitab suci Alquran dengan membakar atau menendangnya bukanlah kejahatan bermotif kebencian. Dengan pernyataan itu, penyelidikan terhadap dua protes anti-Islam, yang memicu kerusuhan Muslim di Malmo, dibatalkan.

Pihak berwenang Swedia telah memutuskan menutup penyelidikan awal atas tindakan dari partai politik sayap kanan Denmark, yang menyebabkan kerusuhan di kota Malmo pada Agustus lalu. Anggota dari Stram Kurs (Garis Keras) diduga menghasut kebencian terhadap suatu kelompok etnis.

Baca Juga

Namun, jaksa penuntut mengatakan pembakaran dan penendangan terhadap salinan Alquran bukan merupakan kejahatan yang bermotif kebencian. Dua aksi kontroversial itu terjadi pada Jumat, 28 Agustus 2020. Pembakaran Alquran dipentaskan dan difilmkan di lingkungan Emilstorp. Sedangkan aksi penendangan terhadap Alquran, yang oleh penyelenggara dijuluki sepak bola Alquran, terjadi tak lama kemudian di alun-alun Stortorget.

Polisi Swedia akhirnya menangkap tiga anggota partai karena dicurigai menghasut kebencian. Video dari kedua aksi protes tersebut membuat marah komunitas Muslim setempat dan memicu kerusuhan di kota Malmo.

"Sementara penodaan Alquran itu sendiri bukan merupakan kejahatan bermotif kebencian, beberapa nyanyian yang dapat didengar selama sesi penendangan Alquran dapat dianggap seperti itu," kata jaksa Malmo Sofia Syren kepada surat kabar Sydsvenskan, Senin, dilansir di ABNA, Kamis (19/11).

Namun demikian, penyelidik gagal mengidentifikasi siapa yang meneriakkan aksi penodaan Alquran tersebut sehingga membuat penuntutan menjadi tidak mungkin. Karena itulah, penyelidikan atas kasus tersebut pekan lalu ditutup.

Kerusuhan itu dinilai telah meninggalkan bukti yang tampaknya lebih dapat diandalkan. Pekan lalu, enam orang didakwa dengan berbagai kejahatan terkait tindak kekerasan.

Seorang pria berusia 31 tahun ditangkap lantaran video yang dia rekam sendiri dan diterbitkan di TikTok selama kerusuhan tersebut. Lima lainnya semuanya remaja, termasuk empat anak laki-laki berusia 16 tahun dan seorang gadis berusia 17 tahun.

Jaksa Tomas Olvmyr mengatakan kemungkinan akan menyusul lebih banyak dakwaan. Kerusuhan Malmo melibatkan sekitar 300 peserta, yang merusak properti dan terjadi bentrok dengan polisi kota. Peristiwa itu menyebabkan 15 petugas terluka dan menyebabkan kerusakan senilai sekitar 465 ribu dolar, yang sebagian besar terjadi pada kendaraan polisi.

Ironisnya, orang yang menghasut aksi penodaan Alquran di Malmo tidak berpartisipasi di dalamnya secara pribadi. Ketua Stram Kurs, Rasmus Paludan, dilarang memasuki Swedia selama dua tahun sebelum protes dan ditangkap karena melanggarnya sebelum dia dapat bergabung dengan sesama anggota partai.

Pekan lalu dia ditahan lagi di Paris, saat dia bersiap melakukan pembakaran Alquran lagi di dekat Arc de Triomphe. Dia diperintahkan meninggalkan Prancis.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement