REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menanggapi instruksi Menteri Dalam Negeri mengenai penegakan protokol kesehatan yang bisa membuat kepala daerah dicopot jika melanggar. Ridwan Kamil mengatakan, kebijakan pencopotan harus dilihat secara komprehensif.
“Saya akan bahas besok. Karena begini, harus dilihat secara komprehensif, adakah perilaku tercela dari kepala daerah yang melanggar hukum,” ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil di Gedung Sate, Kamis (19/11).
“Nah biasanya pemberhentian itu dalam definisi pelanggaran hukum jika secara pribadi melakukan perbuatan tercela yang melanggar hukum,” kata dia.
Menurut Emil, jika dikaitkan dengan dinamika kerumunan yang terjadi akhir-akhir ini maka perlu ada pembahasan lebih lanjut agar dirinya hingga masyarakat umum mengerti mengenai aturan ini. “Besok kita elaborasi (membahas instruksi Kemendagri). Contoh demo, itu kerumunan. Masa setiap ada demo kalikan semua, terus kepala daerah yang harus bertanggungjawab secara teknis?" kata dia.
Di sisi lain, Emil menyatakan, kebijakan ini tidak terlepas dari polemik kerumunan orang dalam kegiatan yang dihadiri Hibab Rizieq Shihab (HRS) dari mulai di Bandara, kegiatan di Jakarta hingga Kabupaten Bogor. Padahal, dalam pandangannya, dinamika mengenai kerumunan ini terjadi pula sebelum momen kepulangan Hibab Rizieq.
“Tapi mungkin karena berbarengan dengan Habib Rizieq Shihab yang sudah lama tidak di tanah air sehingga menimbulkan atensi luar biasa,” katanya.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku telah mengeluarkan instruksi menteri dalam negeri untuk penegakan protokol kesehatan. Ia meminta para kepala daerah konsisten menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan bisa disanksi. Salah satunya adalah pencopotan dari jabatan. Dalam UU Nomor 23 tahun 2014 Pasal 27 ayat b kewajiban kepala daerah adalah menaati peraturan perundang-undangan. Termasuk peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.