REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembang aplikasi Muslim Pro membantah tudingan menjual data pengguna kepada militer Amerika Serikat (AS). "Laporan media beredar Muslim Pro telah menjual data pribadi penggunanya ke militer AS. Ini tidak benar," kata Muslim Pro dalam sebuah pernyataan yang diunggah di situsnya hari ini, Kamis (19/11).
Muslim Pro berkomitmen melindungi dan mengamankan privasi pengguna. "Ini adalah masalah yang kami tangani dengan sangat serius," kata mereka.
Tim mengatakan menerapkan pengaturan keamanan standar industri dan langkah-langkah perlindungan dan memilih mitra teknologi terkemuka untuk menjaga data tetap aman di infrastruktur cloud-nya. "Kami juga terbuka dan transparan tentang informasi pribadi yang kami kumpulkan, simpan, dan proses karena kepercayaan jutaan saudara dan saudari ummah yang dimasukkan ke dalam Muslim Pro setiap hari sangat berarti bagi kami," katanya.
Didirikan pada 2009, Muslim Pro dikembangkan oleh start-up teknologi Bitsmedia yang berkantor pusat di Singapura. Pada Juli 2017, Bitsmedia dan Muslim Pro diakuisisi oleh Bintang Capital (Malaysia) dan CMIA (Singapura).
Perusahaan telah memperluas kehadiran regionalnya dengan kantor lokal di Kuala Lumpur dan Jakarta. Tim mengatakan selain bagian komunitasnya, setiap fitur aplikasi Muslim Pro tersedia tanpa mendaftar atau masuk.
"Ini berkontribusi pada anonimitas data yang kami kumpulkan dan proses," katanya.
Dalam upayanya melayani pengguna dengan lebih baik dan membantu bisnis meningkatkan penawaran produk dan layanan mereka, Muslim Pro mengatakan membagikan data anonim dengan mitra teknologi terpilih yang diwajibkan mematuhi undang-undang dan peraturan global seputar perlindungan privasi data.
"Sejak kami mengetahui situasinya, kami telah meluncurkan penyelidikan internal dan meninjau kebijakan tata kelola data kami untuk mengonfirmasi semua data pengguna ditangani sesuai dengan semua persyaratan yang ada. Terlepas dari itu, kami telah memutuskan mengakhiri hubungan kami dengan semua mitra data, termasuk X-Mode, berlaku segera," katanya.
Sebelumnya, militer AS diduga membeli data Muslim Pro melalui pialang data pihak ketiga bernama X-Mode. Tim Muslim Pro berkomitmen membantu komunitas Muslim menjalankan keyakinan mereka.
Tim mengatakan aplikasi seluler islami ini komprehensif dan menjangkau hampir 100 juta pengguna di lebih dari 216 negara di seluruh dunia. Tim Muslim Pro meminta maaf kepada semua pengguna atas kekhawatiran mengenai data mereka.
"Kami dapat mengonfirmasi data mereka aman bersama kami. Kami menghargai pentingnya mempraktikkan keyakinan seseorang, serta privasi pengguna kami dan akan melakukan segala yang kami bisa untuk memastikan kami memenuhi janji ini," kata tim pengembang.