REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf khusus (stafsus) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diadakan sebagai pengganti penasihat. Aturan fungsi penasihat telah dicabut dalam Undang-Undang (UU) KPK nomor 19 tahun 2019.
"Stafsus sebagaimana penasihat KPK sebelumnya tidak melekat pada komisioner secara perorangan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (19/11).
Dia mengatakan, keberadaan stafsus ini guna membantu KPK. Staf khusus berjumlah paling banyak lima orang untuk memenuhi kebutuhan terkait lima bidang strategis.
Bidang yang dimaksud yakni teknologi informasi, sumber daya alam dan lingkungan, hukum korporasi dan kejahatan transnasional, manajemen dan sumber daya manusia serta ekonomi dan bisnis. KPK selama ini kerap menggunakan ahli atau pakar di bidang tertentu bila sedang menangani perkara atau fokus ke sebuah bidang. Dia mengatakan, KPK akan merekrut stafsus yang ahli dalam bidang-bidang tersebut.
Dia mencontohkan, bila KPK fokus pada permasalahan Sumber Daya Alam (SDA) maka stafsus yang direkrut adalah yang memahami betul tentang SDA. Lanjutnya, hal itu dibutuhkan guna melakukan pemetaan terkait bidang tertentu agar bisa mencari celah dimana titik-titik potensi terjadi penyimpangan.
Stafsus nantinya bukan direkrut untuk menjadi pegawai tetap atau Aparatur Sipil negara (ASN). Stafsus merupakan tenaga kontrak yang nantinya akan direkrut secara terbuka.
"Stafsus nanti bukan ASN dan lebih kepada pegawai kontrak karena dibutuhkan secara periodik saja," katanya.
Keberadaan stafsus tertuang dalam Perkom KPK nomor 7 tahun 2020 yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri. Perkom tersebut menambah 19 bidang mulai dari kedeputian, direktorat hingga beberapa jabatan baru.
Kendati, keberadaan stafsus tersebut dikhawatirkan akan membebani anggaran keuangan negara. Mantan juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, hal tersebut menyusul posisi atau penambahan jabatan itu memerlukan gaji, tunjangan dengan nilai yang tidak sedikit.