Jumat 20 Nov 2020 05:00 WIB

Gara-gara Covid, Paris dan Zurich Jadi Kota Termahal Sedunia

Dua kota itu termasuk kota yang memiliki barang-barang mahal karena Covid-19

Rep: Farah Noersativa/ Red: Christiyaningsih
Warga Paris mengenakan masker berjalan di belakang Menara Eiffel. Paris dan Zurich masuk dalam daftar kota paling mahal di dunia. Ilustrasi.
Foto: EPA-EFE/IAN LANGSDON
Warga Paris mengenakan masker berjalan di belakang Menara Eiffel. Paris dan Zurich masuk dalam daftar kota paling mahal di dunia. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua kota di Eropa yakni Paris di Prancis dan Zurich di Swiss bergabung dengan Hong Kong dalam daftar kota paling mahal di dunia setelah pandemi Covid-19 merebak. Kedua kota itu termasuk kota yang memiliki barang-barang mahal karena Covid-19.

Kedua kota itu menyingkirkan dua kota yang sebelumnya bertengger bersama dengan Hong Kong sebagai deretan tertinggi kota termahal di dunia. Paris dan Zurich bersama dengan Hong Kong menduduki puncak indeks biaya kehidupan termahal dari The Economist Intelligence Unit (EIU), dilansir di laman Euro News pada Kamis (19/11).

Baca Juga

Indeks itu membandingkan harga-harga 138 barang kebutuhan dan layanan pada 130 kota pada September lalu. Mereka menemukan rata-rata harga barang bertumbuh sebanyak 0,3 persen lebih dari setahun terakhir. Akan tetapi beberapa wilayah terdampak berbeda.

Secara umum, kota-kota di Amerika, Afrika, dan Eropa timur memiliki harga barang kebutuhan dan layanan yang lebih murah. Sementara Eropa di bagian barat justru mengalami peningkatan harga barang kebutuhan dan layanan. Hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan mata uang Eropa melawan dollar Amerika Serikat.

Jenewa menduduki peringkat tujuh dan Kopenhagen yang menempati peringkat sembilan adalah dua kota di Eropa lainnya yang masuk ke 10 besar indeks tersebut. Beberapa negara di antaranya adalah Singapura, Tel Aviv, Osaka, New York, dan Los Angeles.

Singapura dan Osaka di Jepang, yang pada tahun lalu berada di posisi teratas bersama dengan Hong Kong, menjadi kota yang lebih murah. Hal ini dikarenakan adanya eksodus pekerja luar negeri. Peristiwa ini memimpin penurunan permintaan dan harga barang. Pemerintah Jepang juga memberikan biaya subsidi untuk transportasi umum.

Indeks tersebut menemukan harga-harga barang kebutuhan dan layanan itu dipengaruhi oleh setidaknya lima tren. Lima tren itu antara lain fluktuasi mata uang dan permasalahan rantai persediaan seperti kekurangan  barang tertentu seperti pasta dan tissue toilet.

Selain itu ada kebijakan pemerintah seperti kontrol harga, kehati-hatian konsumen atas ketakutan pendapatan yang akan menghilang, dan perubahan gaya hidup. Laporan itu juga mencatat apa yang konsumen lihat saat ini yang penting juga berubah. Banyak konsumen yang sadar harga lebih memilih untuk alternatif yang lebih murah dan mengurangi kompetisi barang-barang yang lebih murah.

Namun, harga-harga barang premium relatif tidak terimbas seperti orang-orang yang berpenghasilan tinggi. Meskipun demikian, mereka saat ini juga tak lagi sering berbelanja tapi tak mengubah banyak kebiasaan.

Dari indeks tersebut, Teheran, Perth, dan Guangzhou tercatat menjadi kota-kota yang memiliki lompatan terbesar jika dibandingkan tahun lalu. Namun, ketiga kota itu berada di posisi 79 dan 62 di indeks tersebut. Kota-kota yang memiliki biaya hidup termurah adalah Damaskus di Syiria, Tashkent di Uzbekistan, Lusaka di Zambia, dan ibu kota Venezuela, Caracas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement