REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta mengingatkan dua Eks Sekertaris Pribadi Irjen Napoleon Bonaparte, Fransiscus Ario Dumais dan Dwi Jayanti Putri untuk memberikan keterangan yang jujur dalam persidangan. Keduanya dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (19/11)
Awalnya, Jaksa mengonfirmasi kepada saksi ihwal pertemuan yang dilakukan antara Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo Utomo di Gedung TNCC. Saat memberikan kesaksian, kedua saksi banyak mengoreksi kesaksiannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat penyidikan.
"Tanggal 28 April, pukul 13.11, kedatangan bersama Prasetijo bersama dengan Basir. Kemudian, keluar dari gedung TNCC pada pukul 15.52. Berarti untuk yang ini Saudara tetap tidak ingat ya, yang Prasetijo bersama Basir itu yang membawa paper bag, yang Basirnya memakai baju abu-abu tidak ingat?" tanya Jaksa M Yusuf Putra kepada Ario.
"Iya tidak ingat, " jawab Ario.
"Berarti untuk keterangan di BAP berbeda?" cecar Jaksa. "Iya," jawabnya.
"Kenapa berbeda? Apakah saudara cabut?" tanya Yusuf lagi.
"Itu pak karena seingat saya itu pas bertemu dengan Pak Prasetijo pada tanggal 28 itu tidak bertemu pak Prasetijo, tapi pak Tommy," terang Ario.
"Begitu juga dengan saudari Dwi Jayanti? Dalam BAP saudari mengatakan Prasetijo Utomo dan Basir? Sekarang saudari mengatakan keterangan tersebut tidak benar?, " tanya Jaksa kepada saksi Dwi.
"Betul," jawabnya.
Jaksa kemudian mengingatkan kepada kedua saksi untuk mengingat kembali hal tersebut.
"Apa alasan saudara berdua waktu itu memberikan keterangan tersebut? Karena jauh berbeda dengan keterangan di BAP, " tanya Jaksa Yusuf.
"Jadi mohon izin, menjelaskan kembali, karena kegiatan pertemuan itu kan bukan sekali, Pak, mohon izin. Jadi ingatan saya terkait Basir yang masuk itu ternyata tanggal 4," kata Ario.
"Mohon izin karena setiap jawaban saya di BAP itu semua patokannya hasil dari CCTV kenapa tanggal 28 itu dicabut keteranganya, karena ternyata itu tanggal 4," tambah Dwi.
"Karena itu saya nyatakan posisi basir dalam rekaman CCTV itu ada menunggu di ruang sespri?" tanya Jaksa lagi.
"Siap tidak ada," jawab Dwi.
Mendengar kesaksian dua terdakwa yang berbeda dalam BAP, Jaksa memohon kepada hakim agar diizinkan menghadirkan penyidik dalam sidang berikutnya. Hal itu dilakukan untuk mencocokkan kebenaran keterangan para saksi dengan BAP.
In Picture: Sidang Lanjutan Kasus Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor
Menanggapi keterangan dua saksi yang bertolak belakang dengan BAP, Hakim Ketua Muhammad Hamis mengingatkan kepada para saksi bahwa keterangan dalam BAP tak bisa diubah atau dicabut jika tanpa disertai alasan.
"Saya ingatkan ke saudara, karena cabut keterangan tanpa alasan sebetulnya. Alasan yang sebetulnya dibetulkan secara yuridis, lupa silakan, tidak usah dipaksakan untuk diingat. (Tapi lupa) itu bukan alasan. Alasan cabut keterangan dia paksa baik secara psikis ditekan dan sebagainya itu baru beralasan. Tanpa alasan itu pencabutan keterangan dalam berita acara itu tidak serta merta dapat dicabut," terang Hakim Hamis.
"Meskipun berdasarkan berita acara menentukan keterangan sebagai alat bukti. tetapi kedudukan berita acara tidak mudah diabaikan begitu saja. Secara hukum BAP itu posisi alat bukti surat. Makanya tidak gampang" sambung Hamis.
"Sekarang saya klarifikasi mohon ketegasan Saudara bahwa Saudara-saudara sudah disumpah. Saya ingatkan ancaman pidana memberikan keterangan yang tidak benar di persidangan lebih berat dari apa yang disangkakan ke terdakwa," tanya Hakim Hamis.
"Tidak bermaksud menyangkal apa yang ditulis dalam BAP atau yang telah disampaikan sebelumnya hanya saat penyampaian pemeriksaan BAP, yang ditunjukkan CCTV. Kami fokus apa yang ditunjukkan, kami lebih fokus yang di CCTV dan kami berusaha mencocokkan apa yang kami ingat," jawab Ario.
"Lalu yang benar yang mana?" tanya Hakim Hamis.
"Hari ini yang benar, " jawabnya.
"Bagaimana nasib keterangan yang saudara sampaikan pada BAP?" Hakim mencecar Ario.
"Saya kembalikan ke yang mulia," jawabnya.
"Saudara saya ingatkan sebagaian dari keterangan saudara berdua menyebabkan perkara ini P21 tidak terjadi surat dakwaan ini kalau tanpa ada kontribusi keternagan terdakwa di BAP. itu loh. Masalahnya itu memberikan keterangan seperti ini memberikan kezaliman kepada orang, jadi keterangan yang benar ada yang di sidang ini?" tanya Hamis lagi.
"Iya benar. Baik yang mulia," jawabnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Pengusaha Tommy Sumardi menjadi perantara suap terhadap kepada Irjen Napoleon Bonaparte sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS, serta kepada Brigjen Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dolar AS. Tommy Sumardi menjadi perantara suap dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Suap itu ditujukan agar nama Djoko Tjandra dihapus dalam red notice atau DPO Interpol Polri.
Sementara, Djoko Tjandra didakwa menyuap Irjen Napoleon sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS. Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar 150 ribu dolar AS. Suap itu diberikan Djoko Tjandra melalui perantara seorang pengusaha, Tommy Sumardi.
Djoko Tjandra diduga menyuap dua jenderal polisi tersebut untuk mengupayakan namanya dihapus dari DPO yang dicatatkan di Ditjen Imigrasi, dengan menerbitkan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI.