Jumat 20 Nov 2020 11:01 WIB

Ketika Depresi Pascapersalinan Muncul Bertahun Kemudian

Depresi pascapersalinan ternyata bisa muncul lebih lama dari yang diperkirakan.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Reiny Dwinanda
Perempuan depresi (Ilustrasi). Seorang ibu di Amerika Serikat mengalami depresi pascapersalinan tiga tahun setelah melahirkan.
Foto: Pixabay
Perempuan depresi (Ilustrasi). Seorang ibu di Amerika Serikat mengalami depresi pascapersalinan tiga tahun setelah melahirkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah berusaha memiliki anak kedua selama lebih dari setahun, Natalie Connolly tidak percaya dirinya bisa dirundung depresi pascapersalinan. Anak keduanya kini padahal sudah berusia 16 bulan.

“Saya bangun di pagi hari dan saya mulai menangis. Saya seperti tidak ingin bangun. Saya tidak ingin melakukan apapun hari ini,” kata ibu berusia 30 tahun dari Canonsburg, Pennsylvania itu kepada Today, dikutip Jumat (20/11).

Baca Juga

Connolly mengatakan, memiliki perasaan seperti itu membuat dia merasa sangat bersalah. Apalagi, itu adalah anak yang diidamkan.

“Mengapa saya merasa seperti ini,” ujar dia.

Connolly disarankan pergi ke psikiater dan terapis untuk mendapatkan perawatan. Dia terkadang mengalami gejala yang mengkhawatirkan.

“Saya telah menerima (perasaan) hal itu, bahwa ini mungkin menjadi hal seumur hidup. Mungkin saja tidak. Tapi saya hanya ingin memiliki kehidupan yang baik, saya ingin bahagia. Saya ingin anak-anak saya bahagia,” tutur Connolly.

Pengalaman Connolly dengan depresi pascapersalinan yang bertahan lebih lama bukanlah hal aneh. Ketika Nicole Knepper melahirkan putranya, dia tidak pernah "menemukan pijakan" sebagai ibu baru.

Rumah sakit tidak memiliki konsultan laktasi, sehingga dia kesulitan untuk menyusui. Dia menderita mastitis, yakni pembengkakan payudara. Dia merasa cemas sepanjang waktu dan berat badannya turun.

“Saya mungkin telah menunggu terlalu lama (untuk mendapatkan bantuan) karena saya terus mencoba dan menanganinya sendiri,” kata Knepper (50 tahun).

Karena gejalanya bertahan selama tiga bulan, Knepper akhirnya berbicara dengan terapis dan mengungkapkan betapa menjengkelkan pikirannya itu. Dia memiliki pemikiran untuk meninggalkan anaknya di pinggir jalan hingga ingin meninggal saja.

Knepper berbicara dengan terapis dan minum obat untuk mengobati depresi dan kecemasan pascapersalinannya. Meskipun dia menerima bantuan, butuh waktu bertahun-tahun sebelum merasa lebih baik.

Pengalaman Knepper dan Connolly mungkin lebih umum daripada yang dipahami sebelumnya. Sebuah penelitian belum lama ini menunjukkan bahwa ibu dapat mengalami depresi dan kecemasan pascapersalinan kapan saja hingga tiga tahun setelah melahirkan.

Para ahli mengatakan, mereka memahami bahwa depresi pascapersalinan berlangsung lebih lama dari seharusnya. Penelitian itu memberikan lebih banyak bukti.

"Ini benar-benar sesuatu yang kami ketahui dan sesuatu yang saya lihat setiap hari, ibu datang dengan gejala yang terus-menerus bahkan pascapersalinan,” ujar psikiater di Allegheny Health Network, Pittsburgh, Andrea Favini.

Karena itu, menurut Favini, penelitian itu sangat penting menunjukkan bahwa ada variasi dan bagaimana gejala berkembang dari waktu ke waktu. Direktur University of North Carolina Center for Women's Mood Disorders, Samantha Meltzer-Brody setuju dengan padangan itu.

Meltzer-Brody menyebut, makalah itu tidak menjelaskan apakah gejala pada wanita itu terlewatkan dan kemudian baru didiagnosis atau gejala muncul belakangan.

“Bagi beberapa ibu, awal depresi pascapersalinan cenderung lebih kronis dan persisten. Salah satu hal yang tidak kami ketahui tentang ini adalah berapa banyak dari ibu itu yang mengalami depresi sebelum kehamilan,” kata Meltzer-Brody.

Favini mencatat bahwa dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental 5 (DSM5), periode gangguan mood perinatal hanya empat pekan setelah kelahiran. The American College of Obstetricians and Gynecologists mencatat gangguan mood pascapersalinan bisa bertahan atau memulai setiap saat, sampai satu tahun setelah kelahiran.

Di lain sisi, Favini mengatakan, bahkan di tahap selanjutnya, beberapa ibu merasa sangat bersalah ketika mereka mengalaminya belakangan. “Wanita yang datang untuk pengobatan sedikit lebih lambat atau gejala mereka muncul hampir dua tahun setelah melahirkan, mereka pikir ini tidak mungkin depresi pasca persalinan,” ujar dia.

Pemeriksaan itu benar-benar memvalidasi definisi lebih luas tentang periode perinatal. Temuan itu dapat membantu para ibu dan dokter lebih memahami bagaimana kehamilan berdampak pada gangguan mood dalam jangka panjang. Perubahan yang terjadi pada wanita selama kehamilan dan kelahiran tidak menghilang secara ajaib pada selama enam bulan atau satu tahun.

“Kekuatan dari penelitian ini adalah bahwa Anda memiliki 5.000 perempuan yang dilacak dari waktu ke waktu dan yang disasar adalah pengalaman menjadi seorang ibu selama beberapa tahun pascapersalinan sebagai sebuah tantangan,” kata Meltzer-Brody seraya menyerukan agar keluarga memberi lebih banyak dukungan kepada ibu.

Setelah putra Knepper berusia hampir tiga tahun, dia merasa depresi dan kecemasan pascapersalinan hilang. Dia mengatakan, kematian sang ayah menyadarkannya.

"Hal terburuk apa yang bisa terjadi? Bahwa Anda kehilangan seseorang yang Anda cintai," ujar dia.

Knepper, yang putranya sekarang berusia 21 tahun dan putrinya berusia 16 tahun, mengatakan bahwa dirinya terkejut ketika depresi dan kecemasan pascapersalinan yang mengerikan tidak kembali, setelah kelahiran putrinya.

Connolly berharap dengan membagikan kisahnya, ibu lain menyadari bahwa tidak apa-apa jika depresi pascapersalinan berlangsung lebih lama dari yang seharusnya. “Saya tahu orang-orang menderita dalam diam. Saya hanya tidak ingin perempuan lain merasa (depresi atau cemas) karena itu bukan perasaan yang baik untuk dirasakan,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement