REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebutkan suara guguran terdengar tujuh kali dari Gunung Merapi berdasarkan periode pengamatan pada Kamis (19/11) mulai pukul 00.00-24.00 WIB.
"Suara guguran yang terdengar itu merupakan guguran material lama atau lava sisa erupsi terdahulu," kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida saat dikonfirmasi di Yogyakarta, Jumat (20/11).
Menurut dia, berdasarkan laporan pada periode itu tujuh kali suara guguran di gunung api aktif itu terdengar dengan intensitas lemah hingga keras dari Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) Babadan. Pada periode itu, BPPTKG juga mencatat 52 kali gempa guguran, 312 kali gempa fase banyak, 29 gempa vulkanik dangkal, serta 44 kali gempa hembusan.
Berdasarkan pengamatan visual, tampak asap berwarna putih keluar dari Gunung Merapi dengan intensitas sedang dengan ketinggian 75 meter di atas puncak. Laju deformasi Gunung Merapi diukur menggunakan electronic distance measurement (EDM) Babadan rata-rata 12 cm per hari.
BPPTKG mempertahankan status Gunung Merapi pada Level III atau Siaga. Potensi bahaya akibat erupsi Merapi diperkirakan maksimal dalam radius lima kilometer dari puncak. Untuk penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi dalam kawasan rawan bencana (KRB) III direkomendasikan untuk dihentikan.
BPPTKG meminta pelaku wisata agar tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III, termasuk kegiatan pendakian ke puncak Gunung Merapi. Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta; Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah juga diminta mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat.