REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Frederikus Bata *)
Pada 19 November 1995, Gianluigi Buffon memasuki petualangan baru. Seorang anak muda berusia 17 tahun 295 hari mendapat tantangan berkelas.
Sosok yang kini menjadi salah satu kiper legendaris ini menjalani debut dengan tim senior Parma FC. Tak tanggung-tanggung, pelatih Gialloblu saat itu, Nevio Scala, menurunkan Buffon menghadapi AC Milan pada ajang Serie A Italia. Milan berstatus juara bertahan.
Dalam duel yang berlangsung di Stadion Ennio Tardini, markas Parma, Gigi, demikian sapaan akrab sang portiere, berhasil menepis sejumlah peluang kubu tamu. Berbagai upaya Roberto Baggio, George Weah, hingga Marco Simone berujung kegagalan. Hingga laga usai, papan skor menunjukkan angka 0-0.
"Saya belum pernah melihat debut seperti dia. Itu karena kepribadian dan kualitas yang dia tunjukkan," kata mantan kiper Juventus dan tim nasional Italia, Dino Zoff, dikutip dari Four Four Two.
Setelah masuk ke gelanggang pertarungan, Buffon tak bisa keluar lagi. Ia mulai menikmati. Selanjutnya pada Juli 2001, ia pindah ke Juventus.
Di sinilah pesona Gigi, sapaan akrabnya, semakin menjadi-jadi. Ia memiliki karier gemilang hingga mendapat berbagai julukan. Dari numero uno sampai superman.
Buffon sudah mengoleksi 10 scudetto Serie A, empat trofi Coppa Italia, kemudian lima Piala Super Italia. Hanya saja, sejauh ini pria kelahiran Carrara itu belum pernah mendapat gelar juara Liga Champions.
Buffon sudah sangat dekat dengan si kuping lebar dalam tiga kesempatan. Pada musim 2002/2003, 2014/2015, 2016/2017, ia membawa si Nyonya Tua hingga ke final. Namun semuanya berujung kekalahan.
Meski demikian, pesona Gigi tak jua luntur. Di level individu, ia sudah mengoleksi puluhan penghargaan. Beberapa di antaranya 12 kali terpilih sebagai kiper terbaik Serie A, dua kali kiper terbaik Eropa, kiper terbaik dunia versi IFFHS dalam empat kesempatan, dan kiper terbaik Piala Dunia 2006.
Masih bersama Juve, pada musim 2006/2007, Buffon membuat keputusan luar biasa dalam kariernya. Ia yang sedang berada di puncak penampilan memilih mengikuti Juve ke Serie B. Padahal ketika Bianconeri dihantam isu calciopoli, sang legenda sudah mendapat tawaran dari beberapa klub elite Eropa.
Fakta demikian menjadikan Buffon semakin dihormati para Juventini. Ia bersama Alessandro Del Piero, Mauro Camoranesi, serta David Treguet rela turun kasta. Kala itu, tiga nama pertama baru saja membawa Italia menjadi juara dunia.
Itulah Buffon. Dalam sepak bola ada yang lebih besar dari sekadar hal teknis. Sang superman memahami hal itu.
Waktu terus berjalan, Buffon tetap setia bersama Juve. Pada musim 2018/2019, ia sempat bergabung dengan Paris Saint-Germain. Semusim di Prancis, sang portiere kembali ke Turin.
Perannya tak seperti dulu lagi. Kini Buffon hanya pelapis seorang Wojciech Szczesny. Usianya pun telah menyentuh angka 42. Namun, pesona Buffon tak lekang oleh waktu.
Pada Kamis (19/11), sang legenda merayakan 25 tahun perjalanan kariernya. Ada banyak dinamika, pasang surut, kontroversi, serta keberhasilan. Pesta perak belum membuat rasa dahaga jagoan Tuscany terpuaskan.
Lewat media sosialnya, Gigi tidak menuliskan kata-kata ingin berhenti. "Sudah 25 tahun berlalu, 9.132 hari. 219.168 jam, dan itu belum berakhir," demikian curhatan pemilik 176 caps timnas Italia ini.
*) Jurnalis Republika