REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang penembak jitu Iran membidik Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan istrinya, Mehriban Aliyeva. Hal itu terjadi saat pasangan pemimpin negara itu mengunjungi Jembatan bersejarah Khudaferin, yang baru dibebaskan di Kota Jabrayil dekat perbatasan dengan Iran pada Selasa (17/11) waktu setempat.
Seperti dilansir dari Daily Sabah, Jumat (20/11), penembak jitu Iran ini membidikkan arah senjatanya ke presiden Azerbaijan dan wakil presiden selama kunjungan mereka ke wilayah ini. Tak pelak foto-foto itu mendapat kritik di media sosial. Netizen Azerbaijan mengkritik penembak jitu Iran karena berbagi foto kontroversial tersebut. Sementara dukungan datang dari pihak Armenia.
Netizen warga Armenia mengatakan penembak jitu seharusnya menembak pasangan pemimpin Azerbaijan itu. Hubungan antara Azerbaijan dan Iran memang cukup unik. Keduanya belum memberikan respons soal penembak jitu itu.
Sebelum gencatan senjata, tentara Azerbaijan telah berhasil membebaskan pusat kota Jabrayil dan beberapa desa dari pendudukan Armenia pada pertengahan Oktober lalu. Pada Senin pekan ini, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan istrinya mulai mengunjungi daerah-daerah yang baru-baru ini dibebaskan dari hampir tiga dekade pendudukan Armenia.
Asisten presiden Azerbaijan, Hikmet Hajiyev membagikan rekaman Aliyev di Twitter. "Presiden Ilham Aliyev dan Ibu Negara Mehriban Aliyeva berada di pusat Jabrayil setelah pembebasan. Semuanya rata dengan tanah. Besarnya vandalisme Armenia di luar imajinasi. Presiden Ilham Aliyev menekankan bahwa pekerjaan rekonstruksi habis-habisan akan dilakukan," katanya.
Dalam perebutan wilayah antara Azerbaijan dan Armenia ini, lebih dari 1.000 orang dilaporkan tewas, di wilayah Nagorno-Karabakh. Hubungan antara bekas republik Soviet Azerbaijan dan Armenia telah tegang sejak 1991 ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, wilayah yang diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, dan tujuh wilayah yang berdekatan.
Bentrokan baru meletus pada 27 September, dan Tentara Armenia melanjutkan serangannya terhadap pasukan sipil dan Tentara Azerbaijan selama 44 hari. Bahkan Tentara Armenia sempat melanggar tiga perjanjian gencatan senjata dengan menyerang wilayah pemukiman. Tentara Azerbaijan kemudian membebaskan beberapa kota dan hampir 300 pemukiman dan desanya dari pendudukan Armenia dalam serangan balasannya, beberapa minggu terakhir.
Setelah pertempuran sengit di wilayah Nagorno-Karabakh ini, pada 10 November, kedua negara menandatangani perjanjian yang ditengahi Rusia untuk mengakhiri pertempuran. Perjanjian memutuskan penduduk Armenia di daerah pendudukan memiliki waktu hingga 15 November untuk meninggalkan daerah itu.
Dengan penuh kesedihan, warga Armenia kemudian meninggalkan daerah pendudukan dengan membakar dan menghancurkan semua pemukiman mereka sendiri.