Sabtu 21 Nov 2020 11:29 WIB

Rusia Minta PBB Cabut Daftar Hitam untuk Milisi Libya

Rusia ingin lebih banyak bukti soal keterlibatan milisi dalam pembunuhan warga sipil.

Rep: Dwina Agustina/ Red: Teguh Firmansyah
Kota Sirte di Libya yang porak poranda karena perang.
Foto: AP
Kota Sirte di Libya yang porak poranda karena perang.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Rusia meminta komite Dewan Keamanan (DK) PBB mencabut daftar hitam untuk kelompok milisi Libya dan pemimpinnya atas pelanggaran hak asasi manusia. Moskow mengatakan ingin melihat lebih banyak bukti terlebih dahulu bahwa kelompok itu telah membunuh warga sipil.

Amerika Serikat (AS) dan Jerman mengusulkan agar komite sanksi Libya yang beranggotakan 15 orang di DK PBB memberlakukan pembekuan aset dan larangan perjalanan terhadap milisi al-Kaniyat dan pemimpinnya, Mohammed al-Kani. Langkah seperti itu harus disetujui melalui konsensus, tetapi Rusia mengatakan tidak dapat menyetujuinya.

"Dukungan kami di masa depan dimungkinkan, tetapi dikondisikan oleh penyediaan bukti yang tak terbantahkan tentang keterlibatan mereka dalam pembunuhan penduduk sipil," kata seorang diplomat Rusia kepada rekannya di DK PBB.

Kota Tarhouna di Libya yang direbut kembali pada Juni oleh Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) telah bertahun-tahun dikendalikan oleh milisi Kaniyat. Wilayah ini dijalankan oleh keluarga Kani, yang bertempur bersama Tentara Nasional Libya (LNA) yang berbasis di timur di bawah komando Khalifa Haftar.

Bulan lalu, otoritas Libya menggali 12 mayat dari empat kuburan tak bertanda lainnya di Tarhouna. Ini menambah sejumlah mayat yang sudah ditemukan sejak Juni.

AS dan Jerman menulis dalam proposal sanksi bahwa kelompok hak asasi manusia internasional dan misi politik PBB di Libya (UNSMIL) telah menerima laporan dari ratusan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh milisi al-Kaniyat terhadap individu swasta, pejabat negara, pejuang yang ditangkap, dan aktivis masyarakat sipil di Tarhouna.

Melalui kepemimpinan Mohammed al-Kani, milisi al-Kaniyat dilaporkan telah melakukan penghilangan paksa, penyiksaan, dan pembunuhan. Selain itu, UNSMIL memverifikasi sejumlah eksekusi singkat di Penjara Tarhouna yang dilakukan oleh milisi al-Kaniyat pada 13 September 2019.

Libya jatuh ke dalam kekacauan setelah penggulingan pemimpin Muammar Gaddafi yang didukung NATO pada 2011. Bulan lalu, dua pihak utama, GNA dan LNA, menyetujui gencatan senjata.

Turki mendukung GNA, sedangkan Rusia, Uni Emirat Arab dan Mesir mendukung LNA.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement