Sabtu 21 Nov 2020 13:46 WIB

Langkah Ini Diikuti Jerman dari Prancis Soal Kelompok Turki

Jerman mengikuti Prancis soal kelompok Turki terkait Erdogan.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Langkah Ini Diikuti Jerman dari Prancis Soal Kelompok Turki. Foto: Bendera Turki dan Jerman.
Foto: AP Photo/Markus Schreiber
Langkah Ini Diikuti Jerman dari Prancis Soal Kelompok Turki. Foto: Bendera Turki dan Jerman.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman mengikuti Prancis dalam membidik organisasi internasional, Grey Wolves, yang dipandang bersekutu dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Sementara itu, tidak ada organisasi dengan nama itu di Turki atau Eropa.

Dalam beberapa pekan terakhir, Parlemen Jerman membahas proposal kontroversial untuk melarang gerakan Grey Wolves, yang tampaknya terinspirasi oleh larangan Prancis atas asosiasi Muslim di seluruh negeri.

Baca Juga

Satu-satunya masalah untuk melarang kelompok seperti itu yakni tidak ada organisasi yang disebut Grey Wolves di Jerman atau Prancis. Dalam penggunaan Eropa, tampaknya, Grey Wolves merujuk pada gerakan nasionalis Turki yang terkait dengan Partai Gerakan Nasionalis Turki (MHP). Akan tetapi gerakan itu tidak pernah menggambarkan dirinya sebagai Grey Wolves.

Sementara kaum nasionalis Turki suka menggunakan tanda yang menyerupai serigala, belum ada organisasi nasionalis terkemuka yang menyebut dirinya Grey Wolves sejak kemunculan pan-Turkisme di awal abad ke-20 di Kekaisaran Ottoman.

Sejak 1960-an gerakan ini dikenal dengan nama Ulkucu Hareket dalam bahasa Turki yang artinya Gerakan Idealis. Di seluruh Turki dan Eropa, di mana populasi diaspora Turki yang signifikan tinggal, ada berbagai kelompok yang menggunakan nama Idealis tetapi tidak sebagai Grey Wolves.

Sebelum Jerman membahas gerakan tersebut, Prancis juga mendeklarasikan larangan terhadap Grey Wolves, yang menimbulkan kecaman dari Turki, dan menyebutnya sebagai keputusan imajiner.

"Tidak ada organisasi dengan nama Grey Wolves di dunia. Tidak ada kelompok seperti itu di Jerman atau Prancis atau Belgia atau Belanda atau Austria, dan lainnya. Saya menyebut semua negara ini karena Belanda juga membuat keputusan seperti Prancis pada hari Selasa," kata pemimpin Idealis Jerman yang berbasis di Frankfurt.

Pada akhir diskusi Parlemen Jerman, berdasarkan sumber dari suara terkemuka Jerman-Turki (anonim) menyebutkan, tidak ada pelarangan terhadap Grey Wolves atau Idealis dan semacamnya.

Sumber itu menyebutkan, keputusan parlemen yakni menasihati pemerintah untuk mengawasi Grey Wolves dan kelompok lain yang terkait dengan kelompok imajiner, meski ada upaya dari beberapa kelompok anti-Turki di Jerman, tidak ada pelarangan dalam istilah hukum.

Sumber anonim TRT World berpikir bahwa di balik semua upaya pelarangan, ada kampanye kotor yang disengaja untuk melemahkan posisi Muslim di negara-negara Eropa. Hal ini menciptakan persepsi bahwa keyakinan Islam menginspirasi tindakan teroris.

"Tidak ada seorang pun, yang dihukum dengan tuduhan terorisme di Jerman atau negara Eropa lainnya, dikaitkan dengan Idealis atau Grey Wolves," katanya.

Hasilnya, dia sangat yakin bahwa upaya pelarangan adalah bagian dari kampanye anti-Muslim di seluruh benua. "Saya rasa kita bahkan tidak bisa membicarakan Islamofobia lagi. Islamophobia artinya takut akan islam. Tetapi upaya ini secara langsung bertentangan dengan Islam," kata dia merujuk pada pernyataan Macron baru-baru ini.

"Menteri dalam negerinya (Gerald Damarnin) merasa sangat bangga untuk menutup 43 masjid di seluruh Prancis atas nama memerangi apa yang disebut terorisme Islam. Tindakan ini tidak melawan terorisme. Itu adalah tindakan yang melawan hak beribadah untuk agama tertentu," kata sumber itu.

Darmain pernah membandingkan imigran Muslim di Eropa dengan 'orang barbar'. Dia juga telah memerintahkan penutupan organisasi masyarakat sipil Muslim terbesar di negara itu.

Ketika Macron berbicara menentang Muslim Prancis bulan lalu, ada juga penggerebekan polisi di sebuah masjid besar, Masjid Mevlana, di Berlin.

"Mereka memasuki masjid dengan sepatu bot mereka pada pukul 06.00 pagi," kata sumber itu.

Kaum Idealis, atau Grey Wolves menurut pemahaman Eropa, sebagian besar adalah orang Turki. "Tetapi pemeriksaan yang cermat terhadap serangan baru-baru ini di Prancis dan Eropa akan menunjukkan bahwa tidak ada warga negara Turki atau orang dengan asal Turki yang terlibat dalam serangan teroris tersebut," kata Wakil ketua International Democrats Union di Jerman, Bulent Guven.

“Akibatnya, saya percaya apa yang mereka sebut Islamofobia benar-benar merupakan permusuhan terhadap Turki, (kembali ke masa Ottoman)," kata Guven.

"Di bawah Islamophobia, ada ketakutan terhadap Turki. Kita bisa menyebutnya sindrom Wina," lanjut Guven. Hal ini mengacu pada dua pengepungan Utsmaniyah yang terkenal tetapi tidak berhasil di Wina, ibu kota Dinasti Habsburg yang dulu, pada abad ke-16 dan ke-17.

 

sumber : TRT World
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement