Sabtu 21 Nov 2020 23:53 WIB

FSGI Ragukan Sekolah Penuhi Prokes

Sekolah tatap muka diwacanakan dibuka pada tahun ajaran 2021.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Karta Raharja Ucu
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di SDN 03 Kota Bambu, Tanah Abang, Jakarta. Sekolah tatap muka diwacanakan dibuka pada tahun ajaran Januari 2021.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di SDN 03 Kota Bambu, Tanah Abang, Jakarta. Sekolah tatap muka diwacanakan dibuka pada tahun ajaran Januari 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) FSGI menanggapi wacana pembukaan sekolah lagi pada tahun ajaran 2021. Wasekjen FSGI Mansur meragukan sekolah dapat memenuhi kebutuhan protokol kesehatan (prokes) ketika nanti sekolah tatap muka dibuka.

Mansur mengatakan sulit memastikan pemenuhan prokes oleh sekolah jika keputusan buka sekolah dilepaskan begitu saja kepada Pemda. Apalagi mengingat banyak sekali temuan (pelanggaran prokes) ketika FSGI dan KPAI melakukan pantauan langsung di sekolah-sekolah secara sampling.

"Pemerintah pusat tidak boleh lepas tangan, pemerintah harus tetap hadir dan menyiapkan mekanisme atau instrument bahkan satgas untuk memastikan kesiapan sekolah," kata Mansur dalam keterangan pers yang diterima Republika pada Sabtu (21/11).

Dari sejumlah sampling, FSGI menemukan memang ada sekolah yang memiliki fasilitas kesehatan secara fisik terukur dengan baik. Misalnya termogun, wastafel dengan air bersih yg mengalir dan sabunnya, masker, disinfektan, posisi tempat duduk yang berjarak, dan ruang UKS.

"Tetapi SOP keberangkatan siswa dan guru dari rumah menuju sekolah, SOP interaksi siswa dan guru, SOP kepulangan siswa, serta SOP-SOP yang lainnya tidak diketemukan," ujar Mansur.

Mansur menjelaskan SOP dibutuhkan sebagai persiapan sekolah secara psikis dalam membangun kesadaran dan disiplinitas warga sekolah agar taat prokes secara utuh. Menurutnya, SOP sebagai panduan dalam pelayanan pendidikan tatap muka.

"Mempunyai fungsi untuk membangun kesadaran warga sekolah dalam memberikan perlindungan kepada siswa juga gurunya dari paparan Covid-19," ucap Mansur.

Mansur mengingatkan walaupun persiapan secara fisik terpenuhi tetapi persiapan psikis belum ada maka sekolah akan berpotensi menjadi kluster penyebaran covid-19. Padahal dalam UUDG pasal 39 ayat 1 disebutkan  "Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan /atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas".

"Perlu mekanisme pengontrolan khusus atau memberdayakan Satgas Covid guna melakukan pemantauan dan pencegahan terhadap efek negatif  yang timbul dari SKB ini. Jika tidak maka pelanggaran demi pelanggaran seperti terjadi pada SKB 4 Menteri akan lebih mudah terjadi, dan akhirnya siswa dan guru yang akan menjadi korban," tegas Mansur.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim mengatakan semua sekolah boleh menggelar pembelajaran tatap muka mulai Semester Genap pada Tahun Ajaran 2020-2021. "Pembelajaran tatap muka ini diperbolehkan, tapi tidak diwajibkan. Keputusan ada di pemerintah daerah, kepala sekolah, dan orang tua melalui komite sekolah," kata Nadiem dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 20 November 2020.

Lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Pembelajaran Tahun Ajaran 2020-2021 di Masa Pandemi Covid-19, pemerintah daerah, kanwil atau kantor Kementerian Agama diberi kewenangan penuh memberi izin pembelajaran tatap muka dengan mempertimbangkan kesiapan sekolah dan izin orang tua murid.

SKB ini menganulir aturan sebelumnya yang mengatur pemberian izin pembelajaran tatap muka berdasarkan peta zonasi risiko Satgas Covid-19.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement