Ahad 22 Nov 2020 17:28 WIB

Harta Berharga Yatim yang Rumahnya Direnovasi Nabi Khidir

Anak yatim yang dibangun rumahnya oleh Nabi Khidir mempunyai harta.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Anak yatim yang dibangun rumahnya oleh Nabi Khidir mempunyai harta.  Ilustrasi Harta Warisan
Foto: Pixabay
Anak yatim yang dibangun rumahnya oleh Nabi Khidir mempunyai harta. Ilustrasi Harta Warisan

REPUBLIKA.CO.ID, 

أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

Baca Juga

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada kanzun bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kaemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." (QS. Al-Kahfi: 82)

Pakar Fiqih, Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, MA, menjelaskan para ulama tafsir, menyodorkan tiga makna terkait kanzun yang dimaksud dalam ayat tersebut. Pertama, harta benda, ini adalah pendapat Ikrimah dan Qatadah, sesuai dengan makna lafaz tekstual dari kata kanzun itu sendiri.

"Sampai disini harta bagi anak sangat penting, dalam konsep waris, maka warisan harta bagi anak-anak juga bisa membuat mereka berwibawa, dengan tidak meminta-minta lantaran sang ayah sudah tidak ada. Untuk poin pertama ini, semua sepakat, bahkan semua ayah sudah menyadarinya dan lebih dari itu, semua ayah sudah melakukannya dengan baik," ujar Ustadz Muhammad Saiyid Mahadhir yang dikutip di Rumah Fiqih Indonesia, Ahad (22/11).

Kedua, kanzun sebagai ilmu pengetahuan yang terpendam dalam lembaran-lembaran kertas. Ini adalah salah satu pendapat sahabat Ibnu Abbas. Selain urusan nafkah, maka seorang ayah juga dituntut untuk memberikan ilmu pengetahuan yang baik kepada anak-anak. Kedepan mereka akan hidup pada masa yang berbeda, tuntutan zaman menghendaki ilmu pengetahuan yang beragam.

"Ayah yang saleh adalah dia yang bertanggung jawab atas pendidikan anaknya bahkan walaupun dia sudah tiada. Untuk yang kedua ini tidak semua ayah bisa melakukannya," jelas Ustadz Mahadhir.

Ketiga, sebagai sebongkah emas yang bertuliskan diatasnya pesan kehidupan, buah dari keimanan yang kuat kepada Allah swt, dan ini juga pendapat lainnya dari sahabat Ibnu Abbas RA. Pesan kehidupan yang didapat dari sekolah kehidupan sang ayah, berbekal ruh spiritual yang tinggi, pesan yang hanya muncul buah dari ketaqwaan seorang ayah kepada Allah SWT.

Sumber: https://www.rumahfiqih.com/z.php?id=111

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement