REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengaku yakin akan ada negara Arab lain yang menjalin perjanjian damai dan melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Dia menyebut, AS bakal melanjutkan upaya menciptakan perdamaian di kawasan Timur Tengah.
"Saya sangat yakin bahwa negara-negara lain akan bergabung dengan apa yang telah dilakukan Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, serta Sudan dan mengakui tempat yang tepat bagi Israel di antara negara-negara," kata Pompeo dalam sebuah wawancara dengan Al Arabiya pada Ahad (22/11).
Menurut Pompeo, keamanan dan kemakmuran dapat menjadi dasar di balik keputusan normalisasi. "Mereka akan melakukannya (menjalin normalisasi diplomatik dengan Israel) karena itu adalah hal yang benar untuk dilakukan untuk bangsanya, karena peningkatan kemakmuran dan keamanan negara mereka," ujar Pompeo.
Selain faktor tersebut, ancaman Iran dapat menjadi pendorong normalisasi. "Kenyataannya adalah bahwa sekarang negara-negara Teluk dan Israel menyadari bahwa mereka memiliki ancaman yang sama dari Iran," ucapnya.
Pompeo mengaku turut menginginkan Palestina bisa terlibat dengan Israel. "Tapi kepemimpinan mereka sudah menolak visi perdamaian Presiden (Donald) Trump. Setiap negara yang menginginkan situasi lebih baik bagi rakyatnya sendiri akan ikut mengakui Israel," kata dia.
Pada 15 September lalu, Menteri Luar Negeri UEA Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Menteri Luar Negeri Bahrain telah menandatangani "Abraham Accord" di Gedung Putih, AS. Momen itu menjadi penanda resminya perjanjian damai antara ketiga negara.
Trump turut menyaksikan penandatanganan perjanjian bersejarah tersebut. Dia mengapresiasi keputusan UEA dan Bahrain untuk melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel.
Menurut Trump, hal itu akan mengakhiri perpecahan dan konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade di kawasan. Kesepakatan normalisasi dipandang bakal membawa "fajar baru Timur Tengah".
Sementara itu, Palestina mengecam dan mengutuk kesepakatan normalisasi diplomatik tersebut. Ia memandangnya sebagai sebuah pengkhianatan terhadap perjuangannya memperoleh kemerdekaan.