Senin 23 Nov 2020 00:51 WIB

'KPK-BPK Harus Audit Pengelolaan Pulau Wisata Gili Trawangan

Adanya keanehan dalam perjanjian pengelolaan aset milik negara tersebut.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Spot snockeling di Gili Trawangan, Lombok.
Foto: Republika/Priyantono Oemar
Spot snockeling di Gili Trawangan, Lombok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisioner Ombudsman RI, Alamsyah Saragih menilai, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus  melakukan audit investigasi terhadap pengelolaan pulau wisata Gili Trawangan (GTI) di Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal tersebut lantaran adanya keanehan dalam perjanjian pengelolaan aset milik negara tersebut harus diusut.

“BPK perlu lakukan audit investigasi. Jika merugikan keuangan negara baru KPK menyidik,” kata Alamsyah Saragih  dalam keterangan tertulisnya, Ahad (22/11). 

KPK, lanjutnya, bersama Kejaksaan Tinggi NTB semestinya meninjau ulang kontrak pengelolaan pulau wisata Gili Trawangan, untuk menelusuri apakah ada atau tidaknya wanprestasi antara Pemprov NTB dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI). Ombudsman menilai, KPK bisa melakukan penyidikan apabila sudah ada hasil audit investigasi yang dikeluarkan BPK terhadap pengelolaan pulau wisata Gili Trawangan.

Terlebih, kata dia, Ketua KPK, Firli Bahuri juga pernah menjadi Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTB. Sehingga, dapat dipastikan Firli memahami bagaimana pengelolaan tempat wisata yang merupakan aset milik negara tersebut.

“Jangan hanya mengimbau. Ketua KPK kan pernah menjadi Kapolda NTB. Besar kemungkinan paham situasi disana. KPK lebih paham,” tegasnya.

KPK sebelumnya telah meminta kepada Pemerintah Provinsi NTB supaya memberikan surat kuasa khusus (SKK) kepada Kejaksaan Tinggi NTB untuk menyelesaikan lahan yang dikelola GTI. Hingga kini belum juga direspon Pemerintah Provinsi NTB.

Padahal, Kejaksaan Tinggi NTB juga sudah mengirimkan legal opinion (LO) atas persoalan lahan Pemerintah Provinsi yang dikelola PT GTI, menyangkut perjanjian yang ditandatangani antara PT GTI dengan Pemerintah Provinsi NTB.

Dengan begitu, Ombudsman bisa saja mengawasi persoalan ini jika ada pihak yang melaporkan. Akan tetapi, kata Alamsyah, KPK sudah turun tangan untuk membantu menyelesaikan persoalan pengelolaan aset di Gili Trawangan Indah.

“Bisa (Ombudsman mengawasi), jika ada yang melapor. Tapi kan sudah ditangani KPK. Kita lihat sajalah. Kerugian negara itu domainnya BPK dan KPK,” jelas dia.

Senada dengan Alamsyah, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi menyarankan kepada KPK langsung saja ambil alih melakukan penyelidikan terhadap pengelolaan pulau wisata Gili Trawangan. Sebab, kalau cuma bersurat tentu tidak akan dihiraukan Pemerintah Provinai NTB.

“Langsung saja KPK lakukan penyelidikan, tidak perlu surat menyurat. KPK kan bukan lembaga administrasi, langsung bertindak. Kalau kirim surat menyurat ya lama, bakal dicuekin lah,” kata Uchok.

Menurut dia, KPK tidak langsung bergerak kemungkinan karena faktor Ketua KPK Firli Bahuri pernah menjabat sebagai Kapolda NTB. Harusnya, persoalan pengelolaan lahan milik Pemerintah Provinsi NTB momentum bagi KPK untuk unjuk gigi lagi.

“Bisa jadi karena Ketua KPK pernah jadi Kapolda disana, jadi belum bergerak. Padahal sekarang momen bagi KPK untuk menunjukkan tajinya lagi, langsung saja lakukan penyelidikan,” ujar dia.

Diketahui, KPK meminta Pemerintah Provinsi NTB dibawah Gubernur Zulkiflimansyah menerbitkan SKK kepada Kejaksaan Tinggi NTB untuk mempercepat penyelesaian aset bermasalah Pemprov NTB di Gili Trawangan. Selain itu, Pemprov NTB juga harus hati-hati dalam menyelesaikan persoalan asetnya.

“Pemprov NTB harus memperhatikan jangka waktu HGU yang sangat panjang, sampai 2065. Ini harus dievaluasi, karena jangan sampai Pemprov NTB dianggap melakukan pembiaran aset. SKK harus dipercepat,” kata Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Wilayah III KPK, Dwi Aprilia Linda pada Senin (26/10) lalu.

Untuk menyelesaikan aset dengan pihak bersengketa tersebut, KPK mengajak Pemprov NTB berkoordinasi dengan Kejati NTB dalam mempercepat penanganan aset Pemprov di Gili Trawangan. 

“Oleh karena itu, dalam rangka mencari jalan keluar dari permasalahan Gili Trawangan ini, kami meminta Pemprov NTB menerbitkan SKK untuk Kejati NTB,” ujar Linda.

Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Nanang Sigit Yulianto mengatakan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejati NTB sudah menyerahkan legal opinion (LO) atas persoalan lahan Pemprov NTB yang dikelola GTI.

Menurut Nanang, perjanjian yang dijalankan tersebut melanggar pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian. Dimana, syarat subjektif dan objektif perjanjian itu tidak terpenuhi. Konsekuensinya, apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, perjanjian itu dapat dibatalkan.

Sedangkan, apabila syarat objektif tidak terpenuhi perjanjian itu batal demi hukum atau perjanjian dianggap tidak pernah ada. ”Pendapat hukum sudah diserahkan, sekarang tergantung pemprov saja. Kalau SKK diserahkan kita siap kawal. Kalau tidak ya terserah,” kata Nanang.

Berdasarkan penilaian ulang Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Bali dan NTB pada 2018, nilai objek pajak berupa tanah seluas 65 hektar di Gili Trawangan yang dikuasai PT GTI mencapai Rp 2,3 triliun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement