REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Penasihat kesehatan masyarakat di Jalur Gaza mengatakan, peningkatan tajam infeksi virus corona baru atau Covid-19 di wilayah tersebut mengancam sistem medis Palestina yang minim pada pekan depan. Kasus Covid-19 di Jalur Gaza kian meningkat sejak virus terdeteksi Agustus lalu.
Gaza yang berpenduduk dua juta orang adalah wilayah miskin rentan terhadap penularan. Wilayah itu telah mencatat 14 ribu kasus dan 65 kematian akibat Covid-19.
Seorang ahli mikrobiologi yang merupakan bagian dari satuan tugas pandemi daerah kantong, Abdelraouf Elmanama mengatakan, sebanyak 79 dari 100 ventilator Gaza telah digunakan oleh pasien Covid-19. "Dalam 10 hari, sistem kesehatan tidak akan mampu menyerap kenaikan kasus seperti itu dan mungkin ada kasus yang tidak akan mendapat tempat di unit perawatan intensif," katanya seperti dilansir laman Middle East Monitor, Senin (23/11).
Dia juga mengatakan bahwa tingkat kematian 0,05 persen saat ini bisa bangkit di antara pasien Covid-19. Sementara itu, Abdelnaser Soboh, pimpinan kesehatan darurat di sub-kantor Organisasi Kesehatan Dunia di Gaza, memperingatkan, bahwa dalam seminggu, pihaknya tidak akan mampu menangani kasus-kasus kritis.
Tingkat infeksi di antara mereka yang diuji mencapai 21 persen. Peningkatan relatif terjadi pada orang yang terinfeksi Covid-19 di atas usia 60 tahun.
"Ini merupakan indikator yang berbahaya karena sebagian besar (mereka yang berusia di atas 60) mungkin perlu dirawat di rumah sakit," ujar Soboh. Penguasa Islamis Hamas di Gaza sejauh ini telah memberlakukan sekali lockdown atau karantina wilayah.
Blokade Israel yang sudah berlangsung lama, yang didukung oleh negara tetangga Mesir, telah melumpuhkan ekonomi Gaza dan merusak perangkat kesehatan publiknya. Israel mengatakan pihaknya berusaha untuk mencegah senjata mencapai Hamas yang telah berperang dalam tiga perang.