REPUBLIKA.CO.ID, GAZA--Penanganan kesehatan di Gaza, Palestina bisa kewalahan pekan depan karena lonjakan kasus virus corona yang terus terjadi. Wilayah yang diblokade tersebut hampir kehabisan ventilator dan tidak dapat memiliki ruang untuk perawatan intensif pasien Covid-19 dalam kurun waktu 10 hari.
"Dalam 10 hari, sistem kesehatan tidak akan mampu menyerap kenaikan kasus seperti itu dan mungkin ada kasus yang tidak akan mendapatkan tempat di unit perawatan intensif," kata gugus tugas pandemi Covid-19 Gaza, Abdelraouf Elmanama dilansir dari Middle East Eye, Ahad (22/11).
Kepadatan di antara dua juta penduduk Gaza dan blokade yang diberlakukan oleh Israel dan Mesir telah lama menyebabkan kekhawatiran tentang potensi dampak virus, tetapi wilayah itu sempat lolos dari wabah besar hingga Agustus. Namun seiring waktu kasus bertambah dengan hampir 15.000 kasus dan 65 kematian tercatat saat ini.
Pimpinan kesehatan lokal Organisasi Kesehatan Dunia, Abdelnaser Soboh, mencatat bahwa seperlima dari tes warga ternyata positif, dengan banyak dari mereka yang berusia di atas 60 tahun. Angka dari kantor kemanusiaan PBB, OCHA, menunjukkan angka yang terus meningkat di Gaza, dengan 891 kasus tercatat pada hari Sabtu (21/11) rekor tertinggi saat ini.
Pada 15 November, pihak berwenang memberlakukan sejumlah pembatasan, termasuk melarang pergerakan di daerah yang paling parah terkena dampak. Pemerintah setempat juga meminta warga untuk menutup toko pada jam 17.00 waktu aetempat dan melarang kunjungan dalam ruangan lebih dari 15 orang.
"Ini adalah indikator berbahaya karena kebanyakan dari mereka yang berusia di atas 60 tahun mungkin perlu dirawat di rumah sakit. Dalam seminggu, kami tidak akan mampu menangani kasus kritis," kata Soboh.
Menteri Sains dan Teknologi Israel Izhar Shay mengatakan bahwa pemerintahnya akan memfasilitasi bantuan kemanusiaan tetapi tidak akan meredakan blokade di Gaza, yang diklaim membatasi akses senjata ke organisasi Hamas yang berkuasa.