REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan perkebunan kelapa sawit di Papua dan Papua Barat diharapkan akan lebih sustainable. Seiring jalan dengan masuknya ISPO baru dengan Perpres Nomor 44 Tahun 2020. Dan Peraturan Menteri Pertanian sebagai turunan dari Perpres sudah ada di meja Menteri Pertanian, tinggal ditanda tangani, jelas Azis Hidayat, Sekretariat Komisi ISPO saat dihubungi.
Seperti diketahui, dikabarkan ada temuan LSM bahwa sebuah perusahaan melakukan pembakaran untuk membuka lahan. Padahal salah satu praktek yang dilarang dalam perkebunan kelapa sawit sesuai ISPO adalah melarang pembukaan lahan dengan cara dibakar. Jadi, tambah Azis, tentunya perusahaan tahu persis bahwa membakar lahan di larang dan mereka tidak akan berani melakukannya (apalagi dengan sengaja) karena izinnya pasti akan dicabut.
"Dengan kata lain, ketika memperoleh sertifikat ISPO maka perusahaan sudah mentaati 16 Undang-Undang, 14 Peraturan Pemerintah, Inpres, Perpres dan puluhan peraturan menteri. Artinya perusahaan perkebunan juga mampu menerapkan praktek sustainability di Papua dan Papua Barat," jelas Azis Hidayat, Sekretariat Komisi ISPO, seperti dalam siaran persnya, Senin (23/11).
Sementara itu, disisi lain Pemerintah terus mendorong kemitraan inti plasma perkebunan kelapa sawit antara usaha kecil dan menengah atau besar di semua provinsi termasuk di Papua. Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono menegaskan bahwa kemitraan tersebut sebagai peluang yang baik untuk mengangkat Papua yang berada di wilayah timur Indonesia sebagai bagian penting dari pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hal tersebut perlu dukungan fasilitas pendanaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mendukung perkembangan sawit di Papua. "Dan Papua dilirik karena menarik ini kesempatan baik untuk mengangkat Papua yang berada di wilayah timur Indonesia," kata Kasdi Subagyono.
Kelapa sawit merupakan tanaman yang produktif dan mempunyai kapasitas untuk menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menjamin kehidupan pemilik lahan kecil yang mau bekerja di kelapa sawit. Dan khusus untuk Indonesia, kontribusi produksi minyak sawit dari perkebunan rakyat cukup penting. Selain signifikan bagi pembangunan di Indonesia, ungkap Bambang Drajat, peneliti dari Lembaga Riset Perkebunan Nusantara.
Prospek kelapa sawit ke depan, lanjut Bambang, masih cerah sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, kenaikan konsumsi per kapita dan adanya kebutuhan substitusi pangan dan nonpangan menjadi berbasis minyak sawit di dunia internasional.
"Indonesia berpotensi untuk memenuhi kebutuhan minyak sawit dunia baik untuk pangan maupun non pangan. Sementara persaingan dengan minyak nabati lain tetap akan berjalan dengan mengalihkannya ke dalam isu pembangunan kelapa sawit berkelanjutan. Dan delapan langkah strategis yang diajukan Bappenas dapat menjadi rujukan dalam pembangunan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia," papar Bambang Drajat dalam paparannya.
Oleh karena itu, pemerintah dan stakeholders kelapa sawit Indonesia perlu menyiapkan strategi dalam implementasi pembangunan kelapa sawit berkelanjutan. Strategi dimaksud merupakan langkah langkah operasional untuk menjawab tantangan dinamika pembangunan kelapa sawit di Indonesia, tutup Bambang Drajat.