REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Perusahaan penghasil aplikasi doa dan ibadah Muslim Pro digugat Muslim Prancis di pengadilan. Gugatan diluncurkan setelah aplikasi ini dituduh menjual data yang berakhir di tangan tentara AS.
Mantan pelanggan aplikasi Muslim Pro, yang mengklaim memiliki 95 juta pengguna di seluruh dunia, telah mengajukan pengaduan setelah sebuah laporan media menuduh kelompok tersebut membagikan datanya dengan perusahaan yang terkait dengan militer AS.
Dilansir di The National News, Selasa (24/11), gugatan tersebut menuduh perusahaan melakukan pelanggaran perlindungan data. Radio RTL Prancis juga menyebut pengguna menuntut perusahaan telah menyalahgunakan kepercayaan, membahayakan nyawa orang lain dan konspirasi untuk melakukan pembunuhan.
Pengacara para penggugat menyebut kasus ini akan diajukan hari ini, Selasa, waktu setempat. Laporan yang disampaikan grup media Vice minggu lalu tentang bagaimana tentara AS membeli data geolokasi pengguna dari aplikasi di seluruh dunia, telah menimbulkan banyak reaksi.
Salah satu aplikasi yang disebut adalah aplikasi Muslim Pro. Aplikasi tersebut memiliki opsi geolokasi yang memungkinkan pengguna menentukan jam sholat serta arah ke Makkah. Dalam artikel tersebut, dituliskan perusahaan menjual data ini ke sebuah perusahaan bernama X-Mode. Selanjutnya, perusahaan menjualnya ke sub-kontraktor dan dengan ekstensi tentara.
Pasukan Khusus AS lantas dapat menggunakan data tersebut untuk misi luar negeri. Laporan yang sama berspekulasi data yang didapat bisa digunakan untuk eksekusi di luar hukum terhadap tersangka teror melalui serangan pesawat tak berawak.
Sehari setelah laporan itu keluar, Muslim Pro lantas mengatakan akan menghentikan semua pembagian datanya dengan perusahaan lain. Perusahaan yang didirikan oleh seorang berkebangsaan Prancis yang berbasis di Singapura itu mengatakan telah melakukan penyelidikan internal.