REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengakui bahwa wilayah Nagorno-Karabakh secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, Senin (23/11) waktu setempat. Pernyataan Putin datang setelah dua pekan Armenia menyerahkan wilayah tersebut.
Berbicara di Rusia Rossiya 1 TV, Putin mengatakan, bahwa penolakan Yerevan untuk mengakui kemerdekaan Nagorno-Karabakh selama pendudukannya membuktikan bahwa provinsi Nagorno-Karabakh adalah bagian tidak terpisahkan dari wilayah Azerbaijan.
"Armenia tidak mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Nagorno-Karabakh," kata Putin seperti dikutip laman Middle East Monitor, Selasa.
"Artinya, dari sudut pandang hukum internasional, baik Nagorno-Karabakh dan semua wilayah yang berbatasan dengannya merupakan bagian integral dari wilayah Republik Azerbaijan," ujarnya menjelaskan.
Kendati begitu, Putin mencatat bahwa status Nagorno-Karabakh belum selesai. Rusia dalam hal ini akan mempertahankan status quo.
"Kami telah sepakat bahwa kami akan mempertahankan status quo, situasi saat ini. Apa yang akan terjadi selanjutnya diputuskan di masa depan atau oleh pemimpin berikutnya dalam proses ini," kata Putin.
Wilayah pegunungan di Kaukasus selatan itu selama beberapa dekade telah menjadi sengketa antara Baku dan Yerevan. Daerah tersebut diakui secara internasional sebagai wilayah Azerbaijan selama pendudukannya oleh pasukan separatis Armenia.
Konflik berubah ketika enam pekan pertempuran baru pecah antara pasukan Armenia dan Azerbaijan pada September. Baku memenangkan pertempuran atas wilayah-wilayah strategis di Nagorno Karabakh. Rusia lalu memediasi perjanjian damai pada 9 November.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, pasukan Armenia akan menarik diri dari wilayah yang mereka duduki dan menyerahkannya kepada pasukan Azeri. Sementara pasukan penjaga perdamaian Rusia akan memfasilitasi pemindahan yang aman bersama dengan pengamatan militer Turki.
Pengakuan Putin tentang status hukum Nagorno-Karabakh sebagai wilayah Azerbaijan dipandang sebagai pernyataan paling jelas tentang masalah tersebut oleh kepala negara Rusia.
Pernyataan itu disampaikan setelah dia pekan lalu memperingatkan pemerintah Armenia agar tidak mundur dari kesepakatan damai. Sementara itu, Para pengunjuk rasa di Yerevan yang menentang penyerahan mendatangkan malapetaka dan kehancuran di ibu kota dan meminta Perdana Menteri Nikol Pahinyan untuk mundur.