REPUBLIKA.CO.ID, VATICAN CITY -- Dalam sebuah buku Let Us Dream: The Path to A Better Future, Paus Fransiskus untuk pertama kalinya menyebut Muslim Uighur di China sebagai orang teraniaya. Paus menyatakan sering memikirkan nasib kelompok yang malang.
"Saya sering memikirkan orang-orang yang teraniaya, Rohingya, Uighur yang malang, Yazidi," kata Paus kepada penulis biografi berbahasa Inggrisnya, Austen Ivereigh.
Paus sebelumnya telah berbicara tentang Rohingya yang telah melarikan diri dari Myanmar dan pembunuhan Yazidi oleh ISIS di Irak. Namun tentang etnis Uighur ini adalah pertama kalinya.
Banyak komentator mengatakan, Vatikan enggan berbicara tentang Uighur sebelumnya karena sedang dalam proses memperbarui kesepakatan kontroversial dengan Beijing tentang pengangkatan uskup. Kesepakatan itu diperbarui pada September.
Para pemimpin agama, kelompok aktivis, dan pemerintah, mengatakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida sedang terjadi terhadap warga Uighur di wilayah Xinjiang, China.
Lebih dari 1 juta orang ditahan di kamp-kamp, meski Beijing telah menolak tuduhan itu dan menyatakan kamp-kamp itu adalah pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan sebagai bagian dari tindakan kontra-terorisme dan deradikalisasi.
Selain menyinggung tentang kondisi penindasan terhadap minoritas, dalam buku kolaborasi 150 halaman ini, Paus juga menyinggung soal pandemi Covid-19. Dia juga berbicara tentang perubahan ekonomi, sosial, dan politik yang menurutnya diperlukan untuk mengatasi ketidaksetaraan setelah pandemi berakhir.