Selasa 24 Nov 2020 11:30 WIB

PSBB Sebabkan Belanja Subsidi Terkontraksi 65,2 Persen

PSBB menyebabkan subsidi BBM untuk jenis solar mengalami penurunan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pengendara motor mengisi sendiri kendaraannya dengan BBM di SPBU Pertamina (ilustrasi). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) mengalami penurunan karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Pengendara motor mengisi sendiri kendaraannya dengan BBM di SPBU Pertamina (ilustrasi). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) mengalami penurunan karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi belanja subsidi hingga akhir Oktober mencapai Rp 125,2 triliun atau tumbuh negatif 14,4 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sempat diperketat kembali menjadi salah satu faktor utamanya.

PSBB menyebabkan subsidi BBM untuk jenis solar mengalami penurunan. Pada 2019, volumenya mencapai 11,9 juta kilo liter yang menyusut menjadi 10,25 juta kiloliter pada tahun ini. Di sisi lain, subsidi BBM lebih rendah karena adanya perubahan kebijakan subsidi tetap solar dari Rp 2 ribu per liter menjadi Rp 1 ribu per liter.

Baca Juga

Dua faktor ini menyebabkan subsidi BBM dan LPG mengalami kontraksi 38,5 persen dibandingkan tahun lalu, menjadi Rp 35,7 triliun. "Akibatnya, belanja subsidi secara keseluruhan lebih rendah dari tahun lalu yang Rp 146 triliun," tutur Sri dalam konferensi pers kinerja APBN secara virtual, Senin (23/11).

Khusus untuk LPG. Sri mengatakan, total subsidi sampai Oktober telah mencapai 100 persen. Hal ini mempengaruhi perkembangan relaisasi harga produk LPG (HIP).

Berbeda dengan subsidi BBM dan LPG, subsidi listrik justru mencatatkan pertumbuhan positif 12,5 persen menjadi Rp 46,6 triliun. Pertumbuhan ini dikarenakan pemerintah memberikan diskon listrik rumah tangga dan UMKM dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan total anggaran Rp 7,9 triliun.

Dinamika pada subsidi BBM dan LPG serta subsidi listrik menyebabkan pertumbuhan subsidi energi mengalami kontraksi. Pertumbuhannya negatif 17,5 persen dibandingkan tahun lalu, menjadi Rp 81,3 triliun hingga akhir Oktober.

Subsidi non energi juga mengalami kontraksi, meski lebih landai, yakni 7,9 persen menjadi Rp 43,9 triliun. Penyusutan terdalam terjadi pada subsidi PSO (Public Service Obligation) yang turun 41,9 persen menjadi Rp 1,3 triliun.

Subsidi PSO lebih rendah dikarenakan dua faktor. Pertama, penurunan jumlah penumpang akibat PSBB. Kedua, adanya kebijakan pemerintah daerah/ pusat yang membatalkan sejumlah perjalanan kereta api dan kapal guna mencegah penyebaran Covid-19.

Satu-satunya komponen yang tumbuh positif pada subsidi non energi adalah subsidi bunga kredit program. Pertumbuhannya mencapai 81,7 persen menjadi Rp 18,9 triliun. Kenaikan ini dikarenakan adanya program subsidi bunga untuk UMKM dalam program PEN.

Sri mencatat, subsidi bunga UMKM hingga bulan lalu telah mencapai Rp 3,3 triliun. Angka ini relatif rendah karena ada kendala pada data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang menjadi unique key untuk verifikasi SIKP. "Ini masih belum totally selesai," tuturnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement