REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Juru Bicara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Stephane Dujarric, baru-baru ini menyerukan kesiapannya bekerja sama dengan Rusia dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan di Nagorno-Karabakh. Menurutnya, hal itu juga menanggapi permintaan dari Federasi Rusia dan menunggu perincian lebih lanjut tentang peran dan modalitas operasi Pusat Respons Kemanusiaan Antar-lembaga Rusia.
"Sekretaris Jenderal juga telah mengkonfirmasi bahwa Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) dan pihak terkait Entitas PBB siap untuk bekerja sama dan mendiskusikan kemungkinan interaksi dan kolaborasi di lapangan,’’ ujar dia mengutip Tass, Selasa (24/11).
Ia menambahkan, diskusi itu juga termasuk melakukan penilaian antarlembaga independen awal di Nagorno-Karabakh dan daerah sekitarnya. Sekjen PBB juga telah melakukan pembicaraan telepon dengan menteri luar negeri Armenia dan Azerbaijan untuk menekankan kesiapan organisasi tersebut. Hal itu dilakukan guna menawarkan bantuan kemanusiaan ke wilayah konflik tersebut.
"Kami berharap penghentian permusuhan akan memungkinkan para pelaku kemanusiaan memiliki akses yang diperlukan kepada semua orang yang membutuhkan di semua wilayah yang terkena dampak konflik, termasuk orang-orang yang terlantar akibat konflik, khususnya di dalam dan sekitar Nagorno-Karabakh," tambahnya.
Seperti diketahui, bentrokan baru antara Azerbaijan dan Armenia meletus pada 27 September lalu, dengan pertempuran sengit berkecamuk di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh. Daerah itu mengalami konflik juga pada musim panas 2014, April 2016, dan Juli lalu hingga 30 tahun ke belakang. Dalam pertempuran terakhir, Armenia mengalami kekalahan.
Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan menandatangani pernyataan bersama tentang gencatan senjata lengkap di Nagorno-Karabakh mulai 10 November. Berdasarkan dokumen tersebut, pihak Azerbaijan dan Armenia bersedia mempertahankan gencatan senjata. Warga Armenia diminta untuk keluar dari Nagorno Karabakh.