REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Dipo Nurhadi Ilham. Dia dipanggil lembaga anti rasuah terkait dugaan korupsi proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) di kementerian PUPR.
"Diperiksa sebagai saksi terkait proyek pembangunan SPAM di kementerian PUPR tahun anggaran 2017-2018," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (24/11).
Ali mengatakan, Dipo diperiksa untuk tersangka Rizal Djalil (RD). Tersangka bekas anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu merupakan ayah dari Dipo Nurhadi Ilham. Keterangan Dipo akan dipakai guna melengkapi berkas penyidikan ayahnya tersebut.
Selain Dipo, KPK juga memanggil satu saksi lainnya yakni Hakim Pengadilan Agama Bogor, Ida Zulfaria. Dia juga dimintai keterangannya dalam kasus serupa dan berkaitan dengan tersangka RD.
Seperti diketahui, RD ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersamaan dengan Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leonardo Jusminarta Prasetyo (LJP). Keduanya terlibat dugaan suap terkait proyek pembangunan SPAM di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun Anggaran 2017-2018.
KPK menduga ada aliran dana 100 ribu dolar Singapura pada salah satu anggota BPK RI dari pihak swasta tersebut. Sebagai pihak penerima, RD disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan sebagai pihak pemberi, LJP disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait kasus SPAM, KPK mengidentifikasi sebaran aliran dana yang masif pada sejumlah pejabat di Kementerian yang seharusnya mengurus sebaik-baiknya kepentingan dasar masyarakat ini. Dalam proses penyidikan hingga persidangan sebelumnya, sekitar 62 orang pejabat di Kementerian PUPR dan pihak lainnya telah mengakui menerima dan mengembalikan uang dengan total Rp 26,74 miliar.
Perkara berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada 28 Desember 2018. Dalam kegiatan tangkap tangan itu, KPK mengamankan barang bukti berupa uang senilai Rp3,3 miliar, 23.100 dolar Singapura, dan 3.200 dolar AS atau total sekitar Rp3,58 milar.
Dari operasi senyap dengan nilai barang bukti sekitar Rp 3,58 miliar itu, KPK mengungkap sejumlah alokasi untuk aliran dana lain hingga berjumlah sekitar Rp 100 miliar dan menguak praktik korupsi massal yang terjadi terkait proyek air minum tersebut.