REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, ketergantungan Indonesia terhadap impor gula menjadi salah satu penyebab membengkaknya defisit perdagangan non migas. Peningkatan produksi dalam negeri harus dimulai demi membenahi neraca perdagangan nasional.
"Kebijakan impor gula membuat defisit perdagangan membesar," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Didi Sumedi dalam National Sugar Summit, Selasa (24/11).
Ia mengatakan, gula dan kembang gula menjadi komoditas nonmigas penyebab defisit terbesar keenam. Pada periode Januari-Oktober 2019, defisit perdagangan gula mencapai 1,18 miliar dolar AS. Defisit kemudian kembali melebar periode Januari-Oktober 2020 menjadu 1,87 miliar dolar AS.
Adapun sepanjang 2019, defisit perdagangan gula mencapai 1,36 juta dolar AS. Laju defisit perdagangan gula terjadi lantaran kebutuhan gula nasional tidak bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
Rata-rata produksi gula nasional hanya 2,2 juta ton per tahun. Adapun kebutuhan gula konsumsi per tahun mencapai 2,8 juta ton dan gula industri 3,62 juta ton. Dengan kata lain, angka impor gula per tahun saat ini mencapai lebih dari 4 juta ton.
Didi menjelaskan, kurun waktu 2015-2019, volume impor gula tumbuh sebesar 4,5 persen per tahun. Adapun rata-rata pertumbuhan nilai impor berkisar 0,2 persen per tahun.
Sepanjang periode Januari-September 2020, nilai impor gula Indonesia naik 63,8 persen (year on year/yoy) dari 1 miliar dolar AS menjadi 1,7 miliar dolar AS. Peningkatan tersebut lebih tinggi dibanding kenaikan volume impor yang naik 58 persen.
"Sebagian besar impor gula berupa gula kristal mentah atau gula mentah yang nilainya mencapai 1,6 miliar dolar AS atau setara 4,64 juta ton," ujarnya.