REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah memulai rangkaian penyusunan kebijakan ekonomi berdasarkan Pancasila pada Jumat (20/11). Sejumlah tokoh dalam bidang ekonomi, filsafat, dan hukum ikut terlibat dalam penyusunan kebijakan ekonomi itu.
Dalam kegiatan yang mengawali Penyusunan Kebijakan Ekonomi Pancasila, Anggota Dewan Pengarah BPIP, Sudhamek, mengatakan kebijakan Ekonomi Pancasila hakikatnya adalah pandangan mengenai sila-sila pada Pancasila.
“Kebijakan Ekonomi Pancasila hakikatnya adalah pandangan mengenai sila-sila Pancasila, paradigma yang melatarbelakangi kebijakan ekonomi Pancasila Nilai Pancasila “saya ada karena kita ada (I am because we are),” ujar mantan Anggota Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) itu, di Tangerang Selatan.
Lebih lanjut, dia menegaskan dalam sistem ekonomi Pancasila harus saling bergotongroyong, itu berarti tidak saling menegasaikan atau meniadakan, melainkan saling mengakui keberadaan.
Melengkapi pendapat Sudhamek, Ketua Gugus Tugas Revolusi Mental Kemenko PMK Marbawi mengatakan presepsi keliru dari masyarakat Indonesia tentang gotongroyong. “Harus meluruskan persepsi keliru warga +62 mengenai gotongroyong, hanya sebatas kerja bakti sosial yang gak dibayar, secara gagasan gotongroyong bukan sesuatu yang given, tetapi merupakan interprestasi dari pribadi masing-masing ketika berinteraksi dengan individu yang lain, royong itu persoalan legitimasi, gotong itu persoalan aksi,” jelasnya.
Pada saat bersamaan, Staf Khusus Presiden Arif Budimanta memaparkan, kebijakan ekonomi Pancasila sesungguhnya adalah penjabaran langsung dari Alinea 4 Undang-undang Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945). “Corak ekonomi Pancasila harus menggambarkan (tergambar dalam) fiskal, moneter, dan harus real, harus bisa menjawab tantangan mengenai penciptaan lapangan pekerjaan,” terang Arif.
Direktur Eksekutif Megawati Institute itu juga mengemukakan tujuan akhir dari ekonomi Pancasila adalah keadilan dan kemakmuran bagi seluruh Rakyat Indonesia. Senada dengan pendapat pemapar lainnya, Frans Magniz Suseno berpendapat ekonomi Pancasila bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan lima sila dalam Pancasila.
Selanjutnya, Rohaniwan Frans Magniz Suseno menegaskan penerimaan warga negara Indonesia terhadap ekonomi Pancasila harus sebanyak 85 sampai 90 persen. “Dasar tuntutannya keadilan sosial, keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia sendiri, ekonomi dibangun harus memberikan perlawanan (terhadap) kapitalisme dan neoliberalisme, artinya di mana sebuah keadilan sosial dapat terwujud,” pungkasnya.