Selasa 24 Nov 2020 19:15 WIB

Persidangan Kasus Serangan Charlie Hebdo Dilanjutkan

Sidang sempat ditunda selama tiga pekan karena beberapa terdakwa positif Covid-19

Rep: Puti Almas/ Red: Christiyaningsih
Sebuah foto yang dipasang menunjukkan sampul mingguan satir Prancis Charlie Hebdo dengan kartun kontroversial Nabi Muhammad yang diterbitkan pada tahun 2012, di tengah-tengah surat kabar Prancis lainnya, pada hari pembukaan persidangan serangan, di Paris, Prancis, 02 September 2020. The Serangan teroris Charlie Hebdo di Paris terjadi pada 07 Januari 2015, dengan penyerbuan ekstremis Islam bersenjata dari surat kabar satir, memulai tiga hari teror di ibukota Prancis.
Foto: EPA-EFE / YOAN VALAT
Sebuah foto yang dipasang menunjukkan sampul mingguan satir Prancis Charlie Hebdo dengan kartun kontroversial Nabi Muhammad yang diterbitkan pada tahun 2012, di tengah-tengah surat kabar Prancis lainnya, pada hari pembukaan persidangan serangan, di Paris, Prancis, 02 September 2020. The Serangan teroris Charlie Hebdo di Paris terjadi pada 07 Januari 2015, dengan penyerbuan ekstremis Islam bersenjata dari surat kabar satir, memulai tiga hari teror di ibukota Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Persidangan atas kasus serangan di kantor media asal Prancis, Charlie Hebdo kembali digelar pada Senin (23/11). Sebelumnya, sidang ditunda selama tiga pekan karena beberapa terdakwa dinyatakan positif terinfeksi Covid-19.

Meski demikian, sejumlah pakar hukum Prancis mempermasalahkan adanya tersangka yang tidak akan muncul secara langsung di pengadilan karena Covid-19. Tersangka itu adalah Ali Riza Polat yang akan menghadiri persidangan secara virtual untuk menjaga situasi kondusif dari wabah.

Baca Juga

“Kami menolak untuk mendukung tontonan menyedihkan dari pengadilan pidana tanpa terdakwa,” ujar pernyataan bersama dari 19 pengacara pembela dalam sebuah opini yang diterbitikan di media Le Monde, dilansir Euro News pada Selasa (24/11).

Para pengacara menentang perintah yang ditandatangani oleh Menteri Kehakiman Prancis pekan lalu. Mereka mengatakan proses pembelaan dan permintaan akan berbeda ketika terdakwa tidak hadir secara fisik.

“Kehadiran terdakwa secara fisik di pengadilan adalah jaminan mendasar dari persidangan yang adil dan tak ada pengecualian dapat dibuat,” jelas pernyataan pengacara tersebut.

Sejumlah pengacara tersebut mengatakan dengan memaksa orang dalam kondisi sakit dan berisiko berada di penjara selama bertahun-tahun hingga kemudian memberi pernyataan penutup secara tidak langsung tidak sesuai dengan hukum Prancis. Tidak ada hakim yang diyakini dapat memberi putusan secara adil tanpa melihat terdakwa secara langsung.

Beberapa serikat hakim juga mengecam perintah tersebut pada akhir pekan lalu. Sementara Asosiasi Pengacara Kriminal (Adap) telah mengajukan pengaduan darurat terhadapnya.

Sebanyak 14 orang diadili karena dituduh telah membantu pelaku dalam serangan terhadap media satire Charlie Hebdo pada 2015, yang disusul dengan serangan terhadap polisi dan adanya empat sandera di sebuah supermarket di sekitar kantor media tersebut. Tersangka utama Riza Polat dipandang sebagai penghubung utama antara serangan-serangan tersebut. Ia juga diduga memiliki peran penting dalam memperoleh senjata yang digunakan para penyerang.

Setelah Riza Polat menerima diagnosis Covid-19, hakim ketua memerintahkan semua yang diadili untuk menjalani tes. Berdasarkan pengujian, ada dua orang lainnya dinyatakan positif dan dua lainnya diidentifikasi sebagai kasus kontak.

"Mengingat protokol kesehatan yang mengharuskan kasus positif dan kontak untuk diisolasi, sidang tidak akan dapat dilanjutkan pekan ini," kata pernyataan Kementerian Kehakiman Prancis dalam surel yang dikirim pada 1 November kepada tim pengacara dalam kasus tersebut.

Sebelum penundaan, para pengacara pembela dijadwalkan untuk mengajukan pembelaan pada 6, 9, 10 dan 11 November, dengan putusan diharapkan keluar pada 13 November.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement