Rabu 25 Nov 2020 01:24 WIB

KPK Minta Cakada Jujur Laporkan Sumbangan Kampanye

Lebih dari 80 persen cakada memiliki donatur kampanye.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Indira Rezkisari
Gedung KPK. Calon kepala daerah (Cakada) diminta KPK dengan secara terbuka dan jujur melaporkan sumbangan kampanye yang mereka terima.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Gedung KPK. Calon kepala daerah (Cakada) diminta KPK dengan secara terbuka dan jujur melaporkan sumbangan kampanye yang mereka terima.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta calon kepala daerah (Cakada) dengan secara terbuka dan jujur melaporkan sumbangan kampanye yang mereka terima. Hal tersebut menyusul korupsi yang dilakukan kepala daerah berkaitan erat dengan sumbangan dana kampanye.

"Hasil survei KPK tahun 2018 menemukan 82,3 persen cakada menyatakan adanya donatur atau penyumbang dalam pendanaan pilkada," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memberikan pembekalan cakada secara daring, Selasa (24/11).

Baca Juga

Alexander mengatakan, korupsi kepala daerah berhubungan erat dengan kecenderungan kandidat terpilih untuk membalas jasa atas dukungan dana dari donatur. Dia melanjutkan, survei KPK juga menangkap adanya harapan donatur kepada kepala daerah yang mereka sumbang dana kampanye.

Di antara harapan yang ada antara lain kemudahan perizinan dan kemudahan ikut tender proyek pemerintah, keamanan menjalankan bisnis, kemudahan akses donatur atau kolega menjabat di pemerintahan daerah atau BUMD, kemudahan akses menentukan peraturan daerah, prioritas bantuan langsung serta prioritas dana bantuan sosial (bansos) atau hibah APBD.

Alexander mengatakan, berdasarkan evaluasi KPK ada lima modus korupsi kepala daerah. Pertama, intervensi dalam kegiatan belanja daerah, mulai Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), pengelolaan kas daerah, pelaksanaan hibah, bantuan sosial (bansos) dan program, pengelolaan aset, hingga penempatan anggaran pemerintah daerah (pemda) di BUMD.

Kedua, intervensi dalam penerimaan daerah, mulai pajak daerah atau retribusi, pendapatan daerah dari pusat, sampai kerja sama dengan pihak lain. Ketiga, perizinan, mulai dari pemberian rekomendasi, penerbitan perizinan, sampai pemerasan.

Keempat, benturan kepentingan dalam proses PBJ, mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan perangkapan jabatan. Kelima, penyalahgunaan wewenang, mulai pengangkatan dan penempatan jabatan orang dekat, hingga pemerasan saat pengurusan rotasi, mutasi atau promosi ASN.

"Salah satu indikator integritas cakada adalah kejujuran melaporkan tiap sumbangan kampanye," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement