REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tebing lava 1954 di dinding kawah utara Gunung Merapi mengalami guguran pada 22 November 2020 kemarin. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida mengatakan, guguran lava sisa ini merupakan hal yang biasa menjelang erupsi Merapi.
"Lava 1954 yang sisa material lama ini ada di sisi utara Merapi. Jadi di kawah sisi utara gugurnya itu ke dalam, jadi (guguran lava sisa erupsi Merapi) hal yang biasa. Ini fenomena yang biasa saat Merapi aktif," kata Hanik dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Republika secara virtual, Selasa (24/11).
Hanik menjelaskan, guguran lava sisa ini dikarenakan saat erupsi pada 1954 lalu tidak terlontarkan seluruhnya, dan ini merupakan ciri khas dari erupsi Merapi. Menurutnya, guguran lava erupsi Merapi terjadi sekitar 50 persen dari volume yang ada.
"Seperti 2006 itu volumenya lima juta dan material yang terlontar itu 2,5 juta atau 3 juta," ujar Hanik.
Untuk itu, Hanik meminta masyarakat untuk tidak panik. Sejak status Merapi naik menjadi siaga atau level III pada 5 November lalu, hingga saat ini aktivitasnya masih tinggi.
Bahkan, kata Hanik, laju deformasi per hari, sudah mencapai 12 centimeter. Hal ini mengindikasikan kalau Merapi sudah mendekati waktu erupsi.
"Menjadi konsen kita bahwa semakin ke permukaan magma ini. Kalau seperti ini, Merapi tidak mungkin tidak meletus sepertinya, sudah menuju ke erupsi. Namun erupsinya seperti apa, ini yang terus kita pantau," jelas Hanik.