Selasa 24 Nov 2020 22:40 WIB

Kemenparekraf: Narasi Publik Perlu Ditingkatkan

Penyusunan narasi kebijakan publik bagian terpenting dari kehumasan Kemenparekraf

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)/Baparekraf menggelar acara sosialisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bagi para pelaku usaha di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Foto: istimewa
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)/Baparekraf menggelar acara sosialisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bagi para pelaku usaha di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Semenjak pandemi COVID-19, penyusunan narasi menjadi satu hal yang sangat penting bagi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif. Sebab, dalam membuat narasi publik diperlukan kemampuan dalam merangkai kalimat secara sederhana, namun bisa dipahami dan dimengerti oleh seluruh masyarakat.

Kepala Biro Komunikasi Kemenparekraf, Agustini Rahayu, mengatakan, penyusunan narasi kebijakan publik merupakan bagian terpenting dari awal pekerjaan fungsi kehumasan Biro Komunikasi Kemenparekraf.

“Karena di  Biro Komunikasi Kemenparekraf, membuat narasi publik sudah menjadi pekerjaan harian dan sudah seperti automatic pilot, maka ke depan dibutuhkan peningkatan kompetensi untuk mempertajam kemampuan dalam menulis narasi,” kata Agustini dalam Siaran Pers Kemenparekraf, Selasa (24/11).

Selain itu, Agustini juga mengatakan perlu adanya peningkatan kemampuan manajemen dan strategi komunikasi menghadapi krisis di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif melalui narasi publik yang baik dan informatif.

“Saya harap, para produsen narasi publik yang bekerja di internal Kemenparekraf serta perwakilan dari sekolah pariwisata dan badan otorita pariwisata bisa mendapatkan insight dan pengetahuan baru dalam menyampaikan informasi dengan sederhana. Karena orang yang cerdas dalam berkomunikasi adalah orang dapat menerjemahkan kalimat yang sulit ke dalam bahasa yang sederhana dan bisa dipahami oleh seluruh kalangan,” kata Agustini.

Sementara itu, CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication, Firsan Nova mengatakan, narasi yang baik sangat diperlukan dalam mengelola isu maupun menghadapi krisis. Ia menjelaskan, terdapat tiga hal yang perlu di perhatikan dalam menghadapi krisis, yaitu citra, stakeholders, dan potensi penyebaran isu melalui media massa.

“Citra perlu dijaga pada saat menghadapi krisis, hal ini untuk mencegah krisis tersebut berdampak pada reputasi instansi maupun pejabat publik. Sedangkan dalam hal stakeholders, instansi perlu melakukan stakeholders mapping, hal ini bertujuan untuk menentukan strategi apa yang akan digunakan untuk setiap stakeholdernya,” jelas Firsan.

Lanjut Firsan, terkait penyebaran isu melalui media massa, instansi atau lembaga terkait perlu memberikan klarifikasi atau pernyataan resmi sesegera mungkin melalui media sebagai langkah preventif bagi menyebarnya isu secara tidak terkendali.

“Karena semakin lama instansi mengeluarkan pernyataan resmi, maka semakin besar kemungkinan media maupun publik membuat asumsi secara sepihak, serta jangan sampai isu yang terdapat di media lokal menyebar hingga ke media nasional,” kata Firsan.

Oleh karena itu, penting untuk menyusun narasi publik dengan sebaik mungkin. Karena, sebuah narasi memiliki ruh atau nyawa, ketika narasi diucapkan, maka tidak mungkin bisa ditarik kembali.

“Mungkin kita bisa meminta maaf, tapi tidak bisa menghapus dari ingatan audience. Untuk itu, sebagai penulis harus berhati-hati dalam menyampaikan informasi terkait program atau kebijakan pemerintah,” kata Firsan.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement