REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pascapandemi, pemerintah fokus meningkatkan rasio kewirausahaan Indonesia. Fokus tersebut merupakan salah satu upaya untuk menghadapi tantangan kedepan yang kian kompleks melalui penguatan UMKM.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, pandemi menghadirkan dampak yang cukup krusial untuk ditangani segera. Ia mencontohkan, angka jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2020 mencapai 9,77 juta orang, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 7,07%. Dengan kata lain terjadi penambahan 3 juta pengangguran akibat pandemi.
Selain itu, setiap tahunnya terdapat 3 juta angkatan kerja baru. Sedangkan, dari jumlah tersebut yang mampu diserap dunia kerja sekitar 1-2 juta. Artinya, apabila tidak ada strategi nyata maka dalam 1-2 tahun kedepan akan menimbulkan tekanan berat bagi Indonesia.
“UMKM itu menyerap 97% tenaga kerja. Oleh karena itu, kami mencoba untuk merespon tantangan tersebut dengan menguatkan UMKM dan kewirausahaan menjadi sangat vital posisinya dalam upaya akselerasi pemulihan ekonomi nasional serta penyerapan tenaga kerja,” ujarnya saat menjadi pembicara kunci pada Webinar Internasional berjudul Capture The Moment: Strengthening Small Enterprise and Cooperative at Post-corona Pandemic Era (Menangkap Momen: Penguatan UMKM dan Koperasi Pasca Pandemi), Selasa (24/11).
Selain dihadiri Rektor Unpad Rina Indiastuti dan Dekan FEB Unpad Yudi Azis, kegiatan yang diselenggarakan Program Studi Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu (MMKmt), Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran tersebut menghadirkan sebagai pembicara Deputi Pembiayaan Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman, Guru Besar Universitas Leiden dan Unpad LJ Slikkerveer, Ketua Koperasi Mitra Dhuafa Slamet Riyadi, dan akademisi dari FEB Unpad Kurniawan Saefullah sebagai moderator. Kegiatan ini didukung oleh bank bjb.
Teten melanjutkan, langkah tersebut tidak mudah. Alasannya, rasio kewirausahaan di Indonesia masih rendah berkisar 3,47%. Angka tersebut masih di bawah Singapura (8,76 %), Malaysia, bahkan Thailand.
Oleh karena itu, pihaknya mencoba meningkatkan rasio kewirausahaan melalui jalur perguruan tinggi melalui berbagai langkah. Diantaranya, memasukkan kewirausahaan ke dalam semua kurikulum bidang studi, mendirikan inkubator wirausaha, mengadakan event kewirausahaan bagi mahasiswa, kemitraan dengan swasta dan pemerintah dalam pengembangan kewirausahaan.
“Adapun Program Studi Magister Manajemen Keuangan FEB Unpad juga dapat mendukung penguatan K-UMKM khususnya dengan memberikan masukan yang konstruktif berkenaan model dan skema pembiayaan UMKM yang lebih efektif ke depannya,” katanya.
Ketua Prodi MMKmt Unpad, Arief Helmi menegaskan pandemik yang terjadi saat ini menjadi tantangan bagi semua pihak untuk kreatif menangkapnya sebagai momen untuk mengembalikan bahkan menguatkan UMKM sebagai salah satu pilar perekonomian negara.
Sementara itu, Hanung dalam paparannya mengatakan hampir 99% usaha di Indonesia merupakan UMKM dan menyerap hampir 97% tenaga kerja. Namun demikian, akibat pandemi UMKM menghadapi tekanan yang luar biasa.
Dari pendataan yang dilakukan terhadap 235.928 UMKM, ada tiga masalah utama yang dihadapi, yakni terganggunya permintaan (22,9%), gangguan distribusi (20%) dan persoalan permodalan (19,93%). Adapun, sector usaha yang paling banyak terkena dampaknya adalah perdagangan (40,92%), akomodasi (26,86) dan industry pengolahan (14,25%).
Merespons tekanan yang terjadi, sejumlah upaya dilakukan untuk bertahan. Diantaranya dengan mengurangi jam kerja (40%), mengurangi produksi (38%) dan melakukan pemasaran digital (25,6%). Selain itu sekitar 7% melakukan pengurangan pekerja.
“Pemerintah konsentrasi terhadap UMKM dengan mengeluarkan sejumlah langkah dan stimulus. Salah satunya melalui omnibus law, dengan mendorong subcontracting bagi UMKM. Untuk UMKM ada keringanan, tidak harus mengikuti standar aturan tenaga kerja yang ada,” katanya.
LJ Slikkerveer mengatakan, dengan tantangan yang kian kompleks pendekatan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi tidak bisa hanya mengandalkan mono disiplin. Melainkan multidisiplin dan terintegrasi, khususnya mengintegrasikannya dengan institusi lokal. Sehingga, baik koperasi dan UMKM dapat didukung sesuai dengan keadaannya masing-masing.
Indonesia, lanjutnya, memiliki budaya gotong royong yang telah melembaga di masyarakat. Prinsip tersebut harus dioptimalkan untuk menghadapi tantangan yang ada. “Semua harus bersinergi, masyarakatnya, pemerintah, pendekatan yang bottom up dan top down untuk mengembangkan UMKM. Indonesia harus mengoptimalkan konsep gotong royong,” kata Slikkerveer.
Kultur "gotong royong" yang disesuaikan dgn konteks lokal tersebut dapat mengisi kekosongan faktor "enabler" yang akan memperkuat Koperasi dan UMKM di masa pandemic, sebagaimana yg dikemukakan Teten dalam paparannya.
“Budaya itu adaptif, dinamis. Bentuknya akan mengikuti kondisi saat ini, bentuk boleh modern tapi prinsipnya tetap gotong royong,” katanya.