Rabu 25 Nov 2020 17:40 WIB

Kritik Foto Anies, DPRD DKI: Baiknya Firli Fokus pada Tugas

Masih banyak kasus besar yang merugikan negara namun masih belum selesai ditangani.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus Yulianto
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
Foto: @aniesbaswedan
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Muhammad Arifin menyayangkan pimpinan KPK, Firli Bahuri, yang mengkritik foto Anies Baswedan. Pimpinan KPK, kata dia, seharusnya tidak perlu mengomentari foto yang menampilkan Anies tengah membaca buku How Democracies Die.

"Baiknya pimpinan KPK fokus dengan apa yang menjadi tugas dan kewenangannya dalam pemberantasan korupsi," ujar dia ketika dikonfirmasi Rabu (25/11).

Dia menyebut, masih banyak kasus-kasus besar yang merugikan negara namun masih belum selesai penanganannya. Hal itu, menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi KPK saat ini.

"Dan hal ini menjadi begitu banyak dibincangkan serta menjadi perhatian publik tanah air," ungkap dia.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengomentari Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang mengunggah foto sedang membaca buku How Democracies Die, karya dua profesor Universitas Harvard, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.

Menanggapi bacaan Anies itu, dirinya juga mengatakan telah membaca buku serupa pada 2002. 

Hal itu menjadi sorotan publik, terutama saat ia berpidato ketika hendak menyerahkan barang bukti ke Kejakgung pada Selasa kemarin. Menurutnya, ia membaca buku karangan Daniel Ziblatt dan Steven Levitsky pada tahun 2012 lalu. Padahal, cetakan pertama buku tersebut baru terbit pada 16 Januari 2018.

"Kemarin saya lihat ada di media, Pak Anies membaca How Democracies Die. Bukunya ada itu sudah lama tahun 2002, saya sudah baca buku itu. Kalau ada yang baru baca sekarang, kayak baru bahwa itu sudah lama," kata Firli.

Mengklarifikasi hal tersebut, Firli mengaku keliru menyebut buku yang dibaca Anies dengan buku lain berjudul Why Nation Fail. Buku karangan Daron Acemoglu dan James A. Robinson ini memang diterbitkan 20 Maret 2012. Akhirnya, dia juga mengaku salah dalam menyebutkan tahun saat menyindir bacaan Anies Baswedan. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement