REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penangkapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo menjadi sorotan masyarakat. Ingatan masyarakat pun kembali pada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Pada 1 Juli 2020, Susi melalui akun Twitter miliknya, @susipudjiastuti, menyampaikan sindiran atas pencabutan larangan ekspor benih lobster yang pernah dia tegakkan semasa menjabat. Susi menyebut KKP telah memberikan izin ekspor benih lobster kepada 26 perusahaan.
"KKP/Dirjen Tangkap (Dirjen Perikanan Tangkap KKP) telah mengeluarkan izin tangkap 26 eksportir bibit lobster, luar biasa!," tulis Susi dalam akun Twitternya pada Rabu (1/7).
Susi juga mempertanyakan justifikasi yang membuat KKP mengizinkan ekspor benih lobster kepada perusahaan tersebut. Susi meminta Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP menjelaskan kepada masyarakat mengenai alasan memberikan izin terhadap 26 eksportir tersebut.
"Dan ekspor kepada 26 perusahaan di atas, luar biasa! Apa justifikasi yang memberi mereka hak-hak privilege tadi? Siapa mereka? Apa? Apa? Apa? DJPT bisa jelaskan ke publik dengan gamblang?" sambung Susi.
Dalam kicauannya, Susi juga menyertakan foto bertuliskan daftar eksportir benih lobster yang sudah ditetapkan. Edhy memberikan jawaban terkait kontroversi pemberian izin tersebut saat sedang berada di Indramayu, Jawa Barat, pada Senin (6/7).
Kata Edhy, KKP telah mengeluarkan izin ekspor benih lobster kepada 26 perusahaan dan bahkan akan terus bertambah. Edhy juga tidak membantah di antara perusahaan yang mendapatkan izin adalah koleganya dari Partai Gerindra.
"Izin (ekspor lobster) yang sudah kami keluarkan ada 26 bahkan akan tambah sampai 31 izin," ujar Edhy.
Edhy mengatakan, izin ekspor lobster tersebut salah satunya untuk meningkatkan pendapatan para nelayan, karena sejak dahulu mereka bergantung pada tangkapan benih lobster. Namun, setelah adanya pelarangan, maka otomatis pendapatan para nelayan juga menurun, bahkan harus berurusan dengan hukum ketika menangkap benih lobster.
Dia juga menanggapi terkait dengan pemberitaan yang menyebutkan ada pihak-pihak terkait, terutama dari orang dekatnya, yang diuntungkan dengan dibukanya ekspor lobster. Ia tak membantah dan tidak mempermasalahkan.
"Ada orang-orang yang dituduh dekat sama saya, ada orang Gerindra dan sebagainya, bahkan saya sendiri tidak tahu mereka mendaftarnya kapan. Tapi ingat, diberitakan itu hanya dua tiga orang dan padahal izinnya yang sudah kami keluarkan ada 26," ungkap Edhy.
Edhy menjelaskan, kalau ada dua atau tiga orang yang ada hubungannya dengan dirinya, apakah salah jika mendapatkan izin ekspor lobster. Padahal, dirinya juga tidak tahu secara persis, sebab yang memberikan izin adalah tim dari KKP, bukan dia secara pribadi.
"Kalau ada tiga orang yang secara langsung berkorelasi dengan saya apakah salah. Kalau saya menteri apakah teman-teman saya tidak boleh berusaha? Yang penting kan perjanjiannya," kata Edhy.
Edhy menegaskan, tidak memberi keistimewaan terhadap perusahaan tertentu terkait regulasi lobster. Dia juga menjamin tidak memiliki motif pribadi selain demi nelayan dan kemajuan budidaya lobster.
Edhy mengatakan jika ada yang berpendapat bahwa lobster berpotensi punah itu tidak ada, karena dari data dan hasil penelitian telur lobster sangatlah banyak. Adapun potensi lobster di seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia, lebih dari 27 miliar. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari enam jenis lobster yang terdapat di Indonesia, di mana dua di antaranya, pasir dan mutiara tergolong sebagai komoditas populer.
"Semakin dalam saya pelajari, ternyata lobster ini sendiri kalau ditakutkan akan hilang dari peredaran atau punah, dari data yang kita miliki potensi punah itu tidak ada," kata Edhy.
Edhy mengungkapkan, berdasarkan kajian akademis, persentase kelangsungan hidup (survival rate) benih bening lobster jika dibiarkan di alam hanya 0,02 persen atau hanya satu dari 20 ribu yang bakal tumbuh hingga dewasa. Sebaliknya, jika dibudidayakan, survival rate benih lobster bisa meningkat 30-80 persen, tergantung metode budidayanya.
Guna menjaga keseimbangan, Edhy memastikan pihaknya telah memagari regulasi lobster melalui beleid pembudidaya wajib melakukan pelepasliaran (restocking) 2 persen dari hasil panen. Selain itu, KKP juga akan terus melakukan pengawasan serta tak ragu mencabut izin perusahaan yang melanggar ketentuan.
"Tidak boleh di bawah Rp 5.000 (harga dari nelayan) tidak ada penekanan harga, kalau ada perusahaan yang menekan harga itu, akan langsung cabut. Kontrolnya sangat mudah, semua terdata di mana tempatnya, di mana mereka berusaha," kata Edhy.
Edhy mengaku ekspor benih bening lobster akan dihentikan pada waktu tertentu atau ketika pembudidaya lobster sudah bisa menampung tangkapan nelayan penangkap. Edhy mengaku kebijakan ini didukung anggota DPR.
Berikut daftar eksportir benih lobster.
1. PT Samudera Bahari Sukses
2. PT Natura Prima Kultur
3. PT Royal Samudera Nusantara
4. PT Grahafoods Indo Pasific
5. PT Aquatic Lautan Rezeki
6. CV Setia Widata
7. PT Agro Industri Nasional
8. PT Alam Laut Agung
9. PT Gerbang Lobster Nusantara
10. PT Global Samudra Makmur
11. PT Sinar Alam Berkilau
12. PT Wiratama Mitra Mulia
13. UD Bali Sukses Mandiri
14. UD Samudera Jaya
15. PT Elok Monica Group
16. CV Sinar Lombok
17. PT Bahtera Damai Internasional
18. PT Indotama Putra Wahana
19. PT Tania Asia Marina
20. CV Nusantara Berseri
21. PT Pelangi Maritim Jaya
22. PT Maradeka Karya Semesta
23. PT Samudra Mentari Cemerlang
24. PT Rama Putra Farm
25. PT Kreasi Bahari Mandiri
26. PT Nusa Tenggara Budidaya