REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- The Duchess of Sussex baru-baru ini mengungkapkan kesedihannya setelah mengalami keguguran. Meghan juga menyatakan rasa sakitnya saat kehilangan bayi pada Juli lalu ketika dirawat di rumah sakit.
Menulis di New York Times, dia menggambarkan kronologis saat dia mengganti popok putranya Archie di rumah mereka di Los Angeles (LA). Menurutnya, saat itu ia jatuh ke lantai dan merasa kesakitan.
"Saya sudah tahu, saat saya menggenggam anak pertama saya, saya kehilangan anak kedua saya," tulisnya mengutip The Guardian, Rabu (25/11).
Masih merasa kesakitan, beberapa jam kemudian dirinya mengetahui telah berbaring di ranjang rumah sakit, sembari memegang tangan suaminya. Di hari itu, kenangnya, masih terasa lembabnya telapak tangan dan basahnya muka karena air mata.
“Menatap dinding putih dingin, mataku berkaca-kaca. Saya mencoba membayangkan bagaimana kita akan sembuh,’’ kata dia.
Dia menambahkan, sesaat setelah kejadian itu, dirinya juga melihat suaminya merasakan kesedihan yang mendalam. Cara terbaik untuk mulai menyembuhkannya, ia sebut adalah menanyakan kondisinya.
Menanggapi stigma seputar keguguran, Meghan melanjutkan, kehilangan seorang anak berarti membawa kesedihan yang hampir tak tertahankan. Hal itu pasti dialami oleh banyak orang, walaupun nyatanya sedikit dibicarakan oleh orang.
“Namun terlepas dari kesamaan yang mengejutkan dari rasa sakit ini, percakapan tetap tabu, penuh dengan rasa malu (yang tidak beralasan), dan melanggengkan siklus berkabung sendirian,” ujarnya.
Dalam artikel New York Times, berjudul The Losses We Share – Perhaps the path to healing begins with three simple words: Are You OK?”, dia menulis bahwa kehilangan dan rasa sakit telah menjangkit pada banyak orang di tahun 2020. Dalam artikel tersebut, diketahui dirinya juga mempertanyakan kesejahteraan orang lain saat pandemi dan polarisasi.
Dia juga merujuk pada orang-orang yang dicintainya dan harus meninggal karena Covid-19. Sembari membahas kematian kontroversial wanita Afrika-Amerika Breonna Taylor, seorang pekerja rumah sakit Louisville, dan George Floyd, yang keduanya dibunuh oleh petugas polisi saat pandemi berlangsung.
"Untuk pertama kalinya, dalam waktu yang lama, sebagai manusia, kami benar-benar bertemu satu sama lain. Apakah kita baik-baik saja? Kita akan baik-baik saja,’’ tulisnya.