REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan militer yang paling penting selama periode bangkitnya Kerajaan Ottoman adalah pengenalan meriam dan senjata api lainnya. Senjata-senjata ini digunakan di Eropa Barat selama abad ke-14 dan dari sana berkembang ke Semenanjung Balkan.
Pada 1378, meriam ditempatkan di dinding dinding kota di Dubrovnik. Selama dekade berikutnya, menjadi barang yang biasa digunakan di Kerajaan Bosnia dan Serbia.
Pasukan-pasukan Ottoman telah menghadapi mereka untuk pertama kalinya selama penyerangan dan gerakan di Balkan bagian barat selama tahun 1380-an. Namun, Ottoman sendiri tidak mengadopsi meriam dalam satu skala yang besar sampai dengan abad berikutnya.
Colin Imber dalam bukunya Kerajaan Ottoman: Struktur Kekuasaan Sebuah Kerajaan Islam Terkuat dalam Sejarah mengatakan referensi-referensi untuk penggunaan bubuk senjata selama masa Bayezid I tidak dapat dipercaya. Namun pada 1420-an, mereka mulai menggunakan meriam dalam pengepungan.
Kananos dalam catatannya mengenai pengepungan Konstantinopel pada 1422 mengisahkan "bombardir besar-besaran", yang ia laporkan tidak memberikan efek apa-apa. Terdapat referensi-referensi terbatas lainnya mengenai penggunaan meriam oleh Ottoman di tiga dekade awal abad ke-15.
Namun, tetap masih belum menjadi faktor penting peperangan. Selama gerakan pada 1443-1444, pasukan sultan tidak mempunyai artileri lapangan.
Sebaliknya, Hungaria telah mengembangkan taktik pertempuran yang mereka dasarkan pada "benteng berjalan". Ini adalah sebuah benteng yang dapat berpindah, terdiri atas kereta-kereta yang dirantaikan bersama yang membentuk dinding perlindungan bagi pasukan yang membawa senjata tangan, dengan meriam yang ditempatkan di atas kereta yang ditarik kuda atau di antara kendaraan itu.
Ketidakmampuan kavaleri Ottoman mengatasi kubu pertahanan ini hampir menyebabkan kekalahan. Efektivitas taktik ini diketahui dari Holy Wars of Sultan Murad (Perang Suci Sultan Murad), sebuah catatan Turki saat itu yang tidak diketahui penulisnya mengenai gerakan yang dilaksanakan.
Di sini, penulis membuat Turahan memberikan saran kepada Sultan: "Wahai Padishah. perintahkanlah pasukan-pasukan Islam menarik diri dari benteng berjalan karena jika tidak, orang-orang kafir ini akan menembakkan meriam-meriam mereka dan arquebus mereka, lalu pasukan Islam akan mengalami kekalahan".