REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mengungkapkan perceraian di Kota Bandung hingga November 2020 di masa pandemi Covid-19 telah mencapai 7.800 kasus. Kasus-kasus perceraian yang terjadi sebanyak 80 persen didominasi oleh permasalahan ekonomi pada rumah tangga pasangan.
Ketua TP PKK Kota Bandung, Siti Muntamah mengatakan kasus perceraian yang terjadi di Kota Bandung sangat tinggi dan di dalamnya terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga. Ia mengatakan, upaya yang dilakukan untuk memberdayakan perempuan sebagai korban perceraian dengan membuat pusat pelayanan pemberdayaan perempuan di tingkat kelurahan.
"Hari ini perceraian tinggi, 7.800 kasus, 80 persen masalah ekonomi. Kalau di keluarga yang berdampak perempuan," ujar Siti, Kamis (26/11).
Selain pemberdayaan, menurutnya, pusat pelayanan dapat segera mengadvokasi jika terdapat kekerasan rumah tangga di masyarakat. Ia mengatakan, keberadaan pusat pelayanan pemberdayaan perempuan dan anak diharapkan dapat mengembalikan hak-hak perempuan.
Menurutnya, kasus kekerasan terhadap perempuan bervariasi dari kekerasan verbal dan non verbal. Ia mengatakan, pemberdayaan yang dapat dilakukan di antaranya dengan pelatihan dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan.
"Kekerasan macam-macam, verbal termasuk ditinggal itu kekerasan. Akhirnya perempuan harus menjadi kepala keluarga, mau tidak mau harus mengembangkan kemampuan," kata dia.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung, Tatang Muhtar mengatakan sepanjang tahun 2020 akan didirikan 45 pusat pelayanan pemberdayaan perempuan dan anak di tingkat kelurahan. Menurutnya, pendirian layanan akan dilaksanakan pada periode November-Desember.
"Tahun ini menargetkan 45 kelurahan ada pembentukan pusat pelayanan secara serempak di bulan November-Desember. Target di 151 kelurahan hingga di akhir masa jabatan Wali Kota Bandung," katanya.