REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih menghadapi penolakan warga dalam melakukan pemeriksaan untuk mendeteksi penularan Covid-19.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kulon Progo Baning Rahayujati mengatakan petugas yang melaksanakan penelusuran riwayat kontak erat dengan pasien Covid-19 kerjanya terkendala karena masih ada warga yang takut diperiksa.
"Tidak mau itu karena takut. Takut karantina, apalagi jika nanti hasilnya positif. Masyarakat juga takut kalau nanti positif jadi tidak bisa kerja. Belum lagi ada stigma bahwa terinfeksi Covid-19 itu aib. Tapi untuk poin terakhir, saya lihat stigma itu sudah hampir tidak ada," kata Baning.
"Seharusnya tidak boleh menolak. Hal ini sudah diatur dalam udang-udang karantina dan wabah," ia menambahkan.
Baning mengatakan warga yang menolak menjalani pemeriksaan untuk mendeteksi penularan Covid-19 bisa kena sanksi menurut ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. "Kalau warga menolak bisa kena pasal ini," katanya.
Ia menambahkan, sejauh ini petugas masih menggunakan pendekatan persuasif dalam menangani warga yang punya riwayat kontak dengan pasien Covid-19, namun tidak bersedia menjalani pemeriksaan. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kulon Progo Fajar Gegana meminta Dinas Kesehatan memperluas dan mempercepat penelusuran riwayat kontak pasien Covid-19.
"Kalau perlu dalam kurun waktu 24 jam bisa diketahui berapa kontak eratnya. Jika sampai terlambat kami khawatir virus ini kian menyebar dan menjangkiti lebih banyak orang," kata Fajar.
Dia meminta seluruh warga yang tinggal di Kulon Progo bertindak kooperatif. "Kalau memang ada yang masuk dalam daftar tracing entah itu masuk ring satu maupun dua, masyarakat harus kooperatif, jangan malah menghindar, ini demi keselamatan kita semua," katanya.