Kamis 26 Nov 2020 15:39 WIB

Lima Fatwa Dibahas di Munas MUI ke-10

Munas MUI ke-10 bahas lima fatwa.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Lima Fatwa Dibahas di Munas MUI ke-10. Foto: Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan di Munas X MUI secara daring, Rabu (25/11).
Foto: Dok Istimewa
Lima Fatwa Dibahas di Munas MUI ke-10. Foto: Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan di Munas X MUI secara daring, Rabu (25/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musyawarah Nasional (Munas) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi momen Komisi Fatwa MUI menggelar sidang fatwa. Terdapat empat fatwa bahasan dan satu fatwa terkait human diploid cell yang dibahas. Empat fatwa itu merupakan pertanyaan yang diajukan (istifta’) Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).  

Pimpinan Sidang Komisi C di Munas MUI ke-10, KH Sholahuddin Al Aiyub menjelaskan empat fatwa terkait haji. Di antaranya fatwa masker bagi yang sedang ihram, fatwa pendaftaran haji saat usia dini, fatwa pembayaran setoran awal haji dengan utang dan pembiayaan, dan fatwa penundaan pendaftaran haji bagi yang sudah mampu.

Baca Juga

 

"Ada empat fatwa sekaligus yang terkait dengan haji," kata Kiai Sholahuddin saat sidang pleno agenda komisi di arena Munas MUI di Hotel Century, Jakarta, Kamis (26/11).

Ia menjelaskan, tata cara manasik haji di kondisi Covid-19 ini menimbulkan pertanyaan. Ketika haji terjadi kerumunan, maka untuk tetap menjaga protokol kesehatan perlu menggunakan masker. Padahal dalam kondisi sedang berihram, hukum menutup wajah tidak diperbolehkan.

 

Begitu juga bagi perempuan, syaratnya harus membuka penutup wajah. Jadi bagaimana hukumnya memakai masker dalam konteks pandemi Covid-19.

Fatwa tentang haji yang kedua adalah terkait rencana pendaftaran haji saat usia dini. Idenya agar antrean haji yang semakin lama bisa diantisipasi dengan pendaftaran haji di usia dini. Sehingga meskipun antrean lama, seorang Muslim masih berkesempatan menjalankan ibadah haji.

"Mungkin ketika masih muda belum memiliki istithaah (kemampuan), sedangkan ketika mereka sudah mampu, umurnya sudah agak uzur. Ditambah lagi dengan problem semakin panjangnya antrean sehingga waktu berangkat haji kondisinya sudah sepuh. Bagaimana agar pendaftarannya dimulai sejak usia kecil?," ujarnya.

Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Fatwa MUI ini menjelaskan fatwa ketiga terkait pembayaran setoran awal haji dengan utang dan pembiayaan muncul karena banyaknya umat yang tidak memiliki dana likuid lebih. Dana likuid itu dibutuhkan untuk pendaftaran haji.  

Sementara masyarakat umumnya cenderung memiliki aset dalam bentuk tanah maupun sejenisnya. "Boleh atau tidak menggunakan dana talangan haji. Ini diungkit kembali dana talangan haji. Kebijakan Kementerian Agama dalam hal ini tidak membolehkan, ini mustafti (pemohon pertanyaan fatwa) adalah BPKH," jelasnya.

Kiai Sholahuddin menyampaikan, pada awalnya komisi fatwa mendaftarkan sembilan masalah. Namun kemudian mengerucut menjadi lima setelah melalui diskusi dan pembobotan. Ada proses yang direspons, disaring, dan dilihat bobot masalahnya. Saat ini setidaknya ada lima masalah yang dibahas komisi fatwa.

 

Munas MUI ke-10 berlangsung di Hotel Sultan Jakarta pada 25-27 November 2020. Munas digelar secara luring dan daring mengangkat tema 'Meluruskan Arah Bangsa dengan Wasathiyatul Islam, Pancasila, dan UUD NRI 1945, Secara Murni dan Konsekuen'.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement