REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Oktober 2020, seorang anak laki-laki berusia 16 tahun di Rusia ditembak mati setelah dia melukai seorang polisi ketika mencoba untuk membakar beberapa mobil polisi. Itu bukan pertama kalinya keluarganya berurusan dengan hukum.
Pada 2001, ayah tirinya telah dihukum 14 tahun penjara karena tindakan terorisme setelah dia mencoba meledakkan pipa gas, kemungkinan besar dia bagian dari organisasi Islam.
Insiden itu menambah urgensi baru pada pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan dengan puluhan ribu anak yang berafiliasi dengan ISIS yang masih berada di kamp dan penjara di Irak dan Suriah.
Namun, hampir semua orang yang terlibat dalam masalah repatriasi sibuk menggunakan anak-anak, yang sudah menjadi korban kekerasan dan ketidakstabilan, untuk memajukan agenda mereka sendiri.