REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang menjamin berapa lama kekebalan tubuh yang terbentuk setelah diberi vaksin Covid-19 akan bertahan. "Sampai saat ini belum ada satu pun vaksin yang sedang diteliti yang bisa mengetahui persisnya berdasarkan bukti bahwa antibodi atau kekebalan yang ditimbulkan setelah vaksinasi itu akan bertahan apakah enam bulan, apakah setahun ataukah barangkali tiga bulan sudah hilang, itu masih dievaluasi," kata Amin di Jakarta, Kamis (26/11).
Amin menuturkan vaksin Covid-19 dan juga pandemi Covid-19 adalah sesuatu yang baru. Meski sudah ada yang hampir selesai uji klinis fase 3, belum ada yang bisa memberikan data ilmiah mengenai jangka waktu kekebalan yang ditimbulkan setelah vaksinasi akan bertahan.
Karena itu, setelah pemberian vaksin, masih akan dilakukan pemantauan terhadap para penerima vaksin. Amin menuturkan ada "post marketing surveilance" (pengawasan pascapemasaran) setelah diberikan izin edar vaksin, yang dianggap sebagai "uji klinik fase 4".
Pada tahap pengawasan pascapemasaran, dari populasi yang divaksinasi, secara acak akan diambil sampel darahnya untuk dipantau misalnya setelah setahun atau dua tahun, untuk melihat kekebalan tubuh pada penerima vaksin. Pemantauan itu juga dilakukan untuk memastikan keamanan vaksin pascapemberian izin edar dan proses imunisasi.