Jumat 27 Nov 2020 05:09 WIB

Gubernur Lemhannas: Kewenangan Pengerahan TNI di Presiden

Kewenangan presiden untuk kerahkan TNI dikontrol oleh DPR.

Gubernur Lemhanas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Gubernur Lemhanas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menegaskan bahwa kewenangan untuk mengerahkan pasukan TNI ada pada Presiden.  Hal tersebut disampaikannya pada Forum Diskusi Gubernur Lemhannas RI dengan Pemimpin Redaksi Media Massa via Zoom, yang mengangkat tema "Ketahanan Nasional di tengah Pandemi".

"Kita bisa melihat ketentuan peraturan perundang undangan, khususnya UU TNI bahwa kewenangan mengerahkan TNI itu ada pada Presiden. Titik," kata Agus, Kamis, menanggapi polemik penurunan baliho Rizieq Shibab oleh TNI atas perintah Pangdam Jaya.

Baca Juga

Agus menjelaskan bahwa Presiden dipilih rakyat dan memenangi pemilu sehingga mendapatkan pinjaman kedaulatan rakyat untuk memutuskan langkah apa yang terbaik untuk bangsa dan negara.

"Panglima TNI, Kapolri, pangdam, dan kapolda tidak pernah dipilih rakyat sehingga mereka tidak mempunyai kewenangan untuk mengawali pengerahan organisasinya. Apalagi, kedua-duanya memegang senjata," jelasnya.

Ia mengingat, betapa berbahayanya jika dalam pengerahan pasukan TNI itu ada yang lepas kendali atau terjadi penyalahgunaan senjata. "Karena itu, baik senjata di manapun itu perlu dikendalikan politik. Karena politik adalah kesepakatan kita untuk mengatur kewenangan tentang apa yang bisa kita lakukan, apa yang boleh dilakukan, apa yang harus kita patuhi, dan apa yang tidak boleh kita lakukan," katanya.

Jadi, kewenangan Presiden untuk mengerahkan TNI pun bukan tanpa batas. Semua harus disesuaikan dengan tugas visi dan misi konstitusional, serta dikontrol DPR.

"Tidak bisa Presiden karena memiliki kewenangan, kemudian mengerahkan TNI sesuka hatinya," jelasnya.

Mengenai polemik penurunan baliho Rizieq Shihab oleh personel TNI, Agus mengingatkan juga bahwa sebuah kesalahan tidak bisa diperbaiki dengan kesalahan.

"Saya memiliki rumus bahwa untuk memperbaiki sebuah kesalahan itu tidak bisa dilakukan dengan atau melalui kesalahan lagi. Dua kesalahan tidak akan bisa mengoreksi sebuah kesalahan. Kalau kita mengoreksi kesalahan itu harus dengan cara yang benar," tegas Agus.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement