REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha berharap adanya travel bubble atau perjalanan wisatawan antarnegara tetangga dengan kerumitan minimum bisa menyelamatkan industri pariwisata di tengah pandemi Covid-19. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Nunung Rusmiati, mengatakan, pihaknya bersama pemerintah sudah bekerja keras untuk mencari solusi agar industri pariwisata tidak mati di tengah pandemi. Malaysia pun dipilih untuk bisa menerapkan travel bubble dengan Indonesia.
"Kita punya budaya yang sama, oleh karena itu kita coba travel bubbel dengan Malaysia," kata Nunung dalam Global Tourism Forum, Recovery and Beyond Summit 2020, secara virtual, Jumat (27/11).
Ia mengatakan, untuk mendukung travel bubble itu, para anggota Asita di seluruh provinsi terus melakukan promosi pariwisata kepada calon wisatawan. Jika pemerintah fokus pada lima destinasi super prioritas, Asita tetap mempromosikan keunggulan destinasi di 34 provinsi.
Selain itu, disamping mengandalkan travel bubble, Nunung mengatakan, seluruh pelaku usaha pariwisata di dunia seyogyanya saling bekerja sama dalam melakukan promosi.
"Tidak hanya mempromosikan satu negara, tapi juga ke negara tetangganya. Misal turis dari Amerika datang ke Malaysia, maka bantu promosi untuk juga datang ke Indonesia. Inilah kita harus kerja sama membuat promosi trip country," ujarnya.
Pada Desember mendatang, Nunung menerangkan para pelaku usaha perjalanan wisata bersama pemerintah akan membahas bersama upaya ke depan untuk industri bisa tetap bertahan. Sejumlah paket diskon wisata juga disiapkan dengan harga murah tanpa mengabaikan protokol kesehatan yang telah diterbitkan pemerintah.
Sementara itu, Sekretaris Jendral Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia, Maulana Yusran, mengatakan, terdapat sejumlah upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk bisa menciptakan permintaan di sektor pariwisata.
Pertama, yakni ketika masyaraka sudah diyakinkan bahwa pandemi Covid-19 bisa ditangani dengan efektif sehingga kesehatan masyarakat terjamin. Kedua, penghentian pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan mencabut larangan yang memperlambat lalu lintas publik.
Ketiga, antisipasi yang cepat terhadap pemberitaan keliru atau kabar bohong terkait suatu destinasi pariwisata. Keempat, memberikan sitmulus yang efektif dan sah sesuai kebutuhan bisnis dan terus melakukan belanja negara.
"Lalu yang terakhir, membuat program paket seperti tiket pesawat dan hotel dengan harga yang kompetitif," ujarnya.