REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bhayangkara Solo FC berjanji akan memberikan kontribusi bagi perkembangan sepak bola lokal. Ini setelah Bhayangkara resmi berganti nama dan memindahkan markasnya ke kota 'Spirit of Java' itu.
"Kami ingin kehadiran kami bisa ikut memajukan dan menumbuhkan semangat generasi muda sepak bola Solo lewat tim Elite Pro Academy yang dimiliki Bhayangkara Solo FC," kata CEO Bhayangkara Solo FC Istiono dalam keterangan resminya, Jumat (27/11).
Pengubahan nama ini menjadi yang kesekalian kali bagi tim Korps Polri tersebut. Jika sebelumnya hanya Bhayangkara FC saja, kini tersemat nama kota Solo sebagai perwajahan baru. Begitu pula dengan markas dalam mengarungi kompetisi Liga 1 Indonesia ke depan, Bhayangkara akan berbagi kandang dengan Persis Solo di Stadion Manahan. Praktis segala aktivitas yang biasa digelar di Stadion Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) akan dipindah.
Istiono menjelaskan alasan pergantian nama Bhayangkara FC menjadi Bhayangkara Solo FC dilakukan sebagai bentuk terima kasih kepada masyarakat Solo yang telah menerima kehadiran Bhayangkara Solo FC. "Ini bentuk terima kasih kami sekaligus jawaban positif kami terhadap usulan dari beberapa tokoh kota Solo seperti wali kota Solo yang ingin adanya nama Solo pada nama klub ini," kata dia.
Manajemen the Guardians juga telah menjalin kesepakatan dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) yang meliputi keutuhan Bhayangkara Solo FC terhadap fasilitas lapangan latihan dan mess pemain.
Bhayangkara Solo FC diproyeksikan mulai berlatih awal 2021 karena usai pengenalan tim dan nama baru ini Bhayangkara lebih dulu fokus kepada proses perpindahan aset dan perlengkapan manajemen serta tim dari Jakarta ke Solo. Bhayangkara memang termasuk klub baru dengan segala kontroversi yang melingkupinya.
Melihat data yang dihimpun dari situs Liga-Indonesia.id, Bhayangkara dibentuk pada 2016. Meski begitu kiprah Bhayangkara dalam sepak bola Indonesia sebenarnya dimulai sejak 2010.
Pada 2010, Bhayangkara lahir di tengah dualisme Persebaya Surabaya. Ada dua Persebaya yang bermain dalam kompetisi berbeda, yakni Persebaya 1927 yang bermain di Liga Primer Indonesia dan Persebaya Surabaya yang tampil di Divisi Utama (DU).
Persebaya Surabaya DU inilah yang menjadi cikal bakal Bhayangkara FC atas hasil campur tangan Wisnu Pradana dan La Nyalla Mattalitti yang sebelumnya mengakuisisi Persikubar Kutai Barat.
Wisnu dan La Nyalla ingin membawa Persikubar ke Surabaya dan memanfaatkan dualisme Persebaya untuk ambisinya tersebut. Singkat cerita Persikubar dan Persebaya Surabaya merger maka lahir Persebaya DU di bawah kepemillikan PT Mitra Muda Inti Berlian (MMIB).
Sementara Persebaya yang asli dan memegang Hak Cipta adalah Persebaya 1927. Pendukung Persebaya yang dikenal dengan Bonek setia mendukung tim kesayangannya Persebaya 1927.
Persebaya DU sempat berkali-kali ganti nama untuk bisa pentas di berbagai turnamen mulai Persebaya DU, Persebaya United, Bonek FC, Surabaya United, Bhayangkara FC, hingga akhirnya bernama Bhayangkara Solo FC.