REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Febryan A
Ali kaget dengan apa yang didapatkannya ketika memancing di bantaran Sungai Ciliwung pada pagi itu. Alih-alih ikan, umpannya justru disantap bulus. Sadar hewan seperti kura-kura itu sudah tak banyak lagi di Ciliwung, Ali pun berencana menjualnya.
Menjelang sore pada Rabu (25/11), seseorang melayangkan tawaran Rp 300 ribu untuk bulus tersebut. Namun, Ali mendadak bimbang. Dia lantas berkonsultasi dengan tokoh masyarakat di lokasi memancing, yakni Zainal Abidin (58 tahun), selaku ketua RT 3, RW 2, Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
"Saya tidak izinin karena bulus harus dilindungi. Saya bilang 'ini hewan dilindungi dan orang yang beli bisa ditangkap'. Saya bilang begitu, akhirnya dia takut dan serahkan bulus itu ke saya," kata Zainal ketika ditemui di bantaran Sungai Ciliwung pada Kamis (26/11).
Bulus yang sudah di tangan Zainal itu masih tergolong anak. Panjangnya sekitar 15 sentimeter (cm), lebarnya 10 cm, dengan berat satu kilogram (kg). "Kalau biangnya (induk) gede. Bisa satu meter kali 60 cm dan beratnya 62 kg," kata Zainal.
Meski masih anakan, kata Zainal, ini adalah kali pertamanya setelah sekian tahun hewan sejenis labi-labi atau kura-kura berpunggung lunak itu muncul kembali. Terakhir kali bulus ditemukan di sungai terbesar yang membelah Jakarta ini, sekitar tahun 2011.
Kendati demikian, kedua bulus itu berbeda jenis. Peneliti bidang herpetologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy, mengatakan, bulus yang ditemukan pada 2011, memiliki nama ilmiah Chitra chitra javanensis. Sedangkan yang ditemukan warga Lenteng Agung adalah jenis Armida cartila genea.
Chitra chitra javanensis masuk kategori hewan langka. Sedangkan Armida cartilia genea masih banyak dan mudah ditemukan di luar Pulau Jawa. Adapun di Pulau Jawa, sambung dia, keberadaan Armida cartilia genea sudah mulai berkurang drastis karena besarnya tekanan lingkungan, seperti pembangunan infrastruktur dan perburuan.
"Apalagi di Ciliwung, karena itu adalah sungai yang mengalami tekanan terbesar di Jawa, bahkan dunia," kata Amir kepada Republika, Kamis.
Sepengetahuan Zainal, bulus masih banyak ditemukan di Ciliwung sekitar tahun 80-an hingga 90-an. "Dulu banyak orang di sini mancing dapat bulus. Mereka kumpulin lalu dijual," ucapnya.
Deni (68), salah satu warga setempat, mengaku pernah menangkap bulus sekitar tahun 70-an. Dia lantas memasak bulus itu layaknya opor ayam. "Rasanya enak, empuk. Apalagi tulang mudanya di sekeliling punggungnya itu," katanya. Deni pun mengaku tak heran bulus mulai jarang ditemui di Ciliwung. Sebab, selain enak disantap, bulus juga dipercaya sebagian orang sebagai obat kuat.
Ikan invasif
Berdasarkan penelitian LIPI, menjelaskan, bulus jenis Armida cartilia genea adalah hewan asli Indonesia. Sebagai predator di dasar sungai, hewan omnivora tersebut berperan penting menjaga keseimbangan ekosistem. Terutama menjaga kelestarian ikan asli Indonesia di Ciliwung.
"Predator di bagian atas atau pinggir sungai itu kan ada ular sama biawak. Nah, bulus berperan sebagai predator di dasar sungai," ujar Amir.
Bulus, lanjut dia, memainkan peran sebagai pemangsa ikan invasif yang kerap mengancam kelestarian ikan asli Indonesia. Hewan invasif adalah hewan asing yang berasal dari habitat lain, namun karena alasan tertentu justru berkembang di Ciliwung.
Menurut Amir, di Ciliwung banyak terdapat jenis ikan invasif. Keberadaannya kerap menyebabkan kepunahan lokal terhadap ikan asli Indonesia. Misalnya, karena ikan asli Indonesia kalah kompetisi.
Padahal, kata dia, jumlah jenis ikan asli di Ciliwung sudah sangat sedikit. "Ciliwung ini penurunan biodiversitinya, terutama ikan, sudah sangat besar sekali. Penurunannya sekitar 80 persen jika dibandingkan data jumlah jenis ikan pada zaman Belanda," kata Amir.
Dalam hal ini, lanjut Amir, bulus memainkan peran penting. Keberadaannya membantu menjaga ikan asli Indonesia dengan memangsa ikan-ikan invasif. "Bulus bisa menjadi pengontrol ekosistem," kata dia.
Tetapi, kata Amir, keberadaan bulus di Ciliwung justru makin sedikit. Hewan predator ini menjadi target perburuan oleh manusia. Menurunnya populasi bulus juga karena masifnya pembangunan di bantaran sungai. Amir pun berharap masyarakat melepaskan kembali bulus yang didapat di Kali Ciliwung. Sehingga bulus bisa terus berkembang biak dan memperbanyak populasinya.
Beruntung, bulus yang sebelumnya hendak dijual Ali, kini sudah berada di tangan Zainal. Pada Kamis siang, Zainal melepaskan kembali bulus tersebut ke Ciliwung. "Semoga jumlah bulus di Ciliwung bisa banyak kembali seperti dulu," kata Zainal yang juga pegiat Komunitas Peduli Ciliwung Kedung Sahong ini.