Sabtu 28 Nov 2020 18:40 WIB

KPK Prihatin Sudah Tiga Wali Kota Cimahi Terjerat Korupsi

Firli berharap kasus wali kota Cimahi tak terulang lagi.

Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) didampingi Plt Jubir KPK Ali Fikri (kanan) memperlihatkan barang bukti saat konferensi pers kasus dugaan korupsi pembangunan penambahan gedung Rumah Sakit Kasih Bunda Cimahi di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (28/11). KPK resmi menetapkan dan menahan dua orang tersangka yaitu Walikota Cimahi Ajay Muhammad Priatna dan Komisaris Rumah Sakit Kasih Bunda Hutama Yonathan terkait kasus dugaan korupsi penambahan gedung Rumah Sakit Kasih Bunda . Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) didampingi Plt Jubir KPK Ali Fikri (kanan) memperlihatkan barang bukti saat konferensi pers kasus dugaan korupsi pembangunan penambahan gedung Rumah Sakit Kasih Bunda Cimahi di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (28/11). KPK resmi menetapkan dan menahan dua orang tersangka yaitu Walikota Cimahi Ajay Muhammad Priatna dan Komisaris Rumah Sakit Kasih Bunda Hutama Yonathan terkait kasus dugaan korupsi penambahan gedung Rumah Sakit Kasih Bunda . Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengaku prihatin sudah tiga Wali Kota Cimahi terjerat kasus tindak pidana korupsi. Ia berharap ini adalah yang terakhir kali.

"KPK sungguh prihatin atas korupsi yang terus dilakukan para kepala daerah. Bahkan untuk Kota Cimahi telah tiga kepala daerahnya berturut-turut menjadi tersangka KPK. KPK berharap kejadian ini tidak akan terulang kembali," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu.

Baca Juga

KPK baru saja menetapkan Wali Kota Cimahi 2017-2022 Ajay Muhammad Priatna (AJM) bersama Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan (HY) sebagai tersangka kasus suap terkait perizinan Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda di Kota Cimahi, Jawa Barat, Tahun Anggaran 2018-2020.

Selain Ajay, wali kota Cimahi sebelumnya, yakni Itoc Tochija dan Atty Suharti juga pernah diproses KPK. Firli mengatakan kepala daerah dipilih oleh rakyat melalui proses demokrasi. Karena itu, jangan mengkhianati amanah yang diberikan oleh rakyat.

"Karenanya, jangan simpangkan kewenangan dan tanggung jawab tersebut hanya demi memperkaya diri sendiri atau untuk kepentingan pribadi atau kelompok," ujar Firli.

KPK pun mengharapkan apa yang dilakukan kepala daerah di Kota Cimahi yang menjadi tersangka kasus korupsi menjadi pelajaran bagi kepala daerah lain untuk tidak mengulangi perbuatan sama. "KPK mengapresiasi dan berterima kasih kepada masyarakat dalam melaporkan dugaan tindak pidana korupsi kepada KPK. Undang-Undang menjamin perlindungan terhadap pelapor tindak pidana korupsi," kata dia.

Dalam kasus itu, Ajay diduga menerima Rp1,661 miliar dari kesepakatan awal Rp3,2 miliar. Pemberian telah dilakukan sejak 6 Mei 2020. Pemberian terakhir pada 27 November 2020 sebesar Rp425 juta.

Sebagai penerima, Ajay disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara Hutama disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement