REPUBLIKA.CO.ID, PALU— Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama, Provinsi Sulawesi Tengah, Prof Zainal Abidin, mengharapkan, warga Sulawesi Tengah tidak tersulut emosi dan tidak mudah terprovokasi terhadap kejadian yang terjadi di Desa Lemban Tongoa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Menurutnya, informasi yang didapatkan dari lokasi kejadian belum begitu valid, atau masih simpang siur. Masyarakat diimbau tetap tenang dan tidak memberikan komentar di media sosial terkait kejadian tersebut.
''Kita harap masyarakat tetap tenang dan tidak memberikan komentar apa yang terjadi. Karena dalam artian kita belum menerima informasi yang utuh dan belum valid seratus persen'' terangnya di Palu, Sabtu.
Dia juga mengungkapkan bahwa kejadian tersebut bukan merupakan anjuran dan ajaran dari berbagai manapun. Sehingga FKUB mengutuk keras pelaku yang melakukan penyerangan di Desa Lemban Tongoa itu
''Kalaupun itu dilakukan adalah oleh oknum dan bukan ajaran agama,'' jelasnya
FKUB Sulteng sendiri tetap akan melakukan aktivitas untuk membina umat masing masing. PKUB Sulteng mengajak seluruh tokoh agama untuk mengajak umat tetap menjaga solidaritas, toleransi sesama umat beragama.
'' Kita harus jaga kerukunan yang saya kir siampai hari ini dapat dibina dan dijaga dengan baik di Provinsi Sulawesi Tengah," tambahnya.
Pada Jumat (27/11) sekitar pukul 08.00 WITA, beberapa OTK mendatangi permukiman warga transmigrasi dan membunuh empat orang serta membakar beberapa buah rumah.
Hingga kini, kata dia, kebanyakan warga transmigrasi di wilayah tersebut mengungsi sementara, karena merasa takut akan keselamatan jiwa mereka. Masyarakat pada umumnya juga takut untuk pergi ke kebun.
Desa Lembantongoa, salah satu desa di Kecamatan Palolo sampai sekarang ini terbilang masih sulit akses jalannya, terutama di musim hujan, sebab baru sebagian badan jalan yang sudah dicor semen. "Sebagian lagi belum, sehingga ketika musim hujan sering putus karena tertimbun tanah longsor," katanya lagi.
Penghasilan utama masyarakat Desa Lembantongoa selama ini selain dari hasil pertanian, perkebunan, juga hasil hutan berupa kayu dan rotan.
Sementara itu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkapkan peristiwa pembunuhan tersebut diduga dilakukan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora.