Ahad 29 Nov 2020 05:03 WIB

Penjara dan Cambuk: Independensi Ulama Terhadap Kekuasaan

Sejarah kemandirian ulama terhadap kekuasaan dalam khazanah agama Islam

Red: Muhammad Subarkah
Ulama tempo dulu dalams ebuah perjalanan.
Foto: google.com
Ulama tempo dulu dalams ebuah perjalanan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr Ahmad Choirul Rofiq, Dosen Sejarah Kebudayaan Islam IAIN Ponorogo.

Al-Qur’anul Karim menegaskan secara jelas bahwa kemuliaan derajat ulama (QS. 58: 11) ditentukan oleh kedalaman ilmu, kualitas pribadi, dan keluhuran budi pekertinya. Dengan pengukuhan langsung dari Allah Swt tersebut, maka keberadaan ulama dipandang mulia bukan karena banyaknya limpahan harta yang ada padanya, kedudukan mentereng jabatan formal yang diembannya, maupun banyaknya penghargaan yang diterimanya dari pemerintah. 

Sejarah telah merekam dengan lengkap kisah para ulama yang tetap ditinggikan derajatnya sepanjang zaman meskipun mengalami ujian berat disebabkan keteguhan sikap yang dipeganginya tatkala di depan penguasa politik.  

Di dalam karyanya berjudul Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, KH Moenawar Chalil (1908-1961) dari Kendal, Jawa Tengah, menuturkan beratnya ujian yang dihadapi oleh Imam Hanafi atau al-Nu‘man ibn Tsabit Abu Hanifah (81-150H/700-767M), Imam Malik bin Anas (93-179H/712-798M), Imam Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (150-204H/767-820M), dan Imam Ahmad bin Hanbal (164-241H/780-855M).