REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong kampus menjadi tempat untuk tumbuh kembangnya potensi bangsa. Kampus harus menjadi tempat yang sehat, termasuk bebas dari perundungan dan kekerasan seksual.
“Dalam mewujudkan hal tersebut, maka harus dilaksanakannya lingkungan belajar abad 21 yang dicirikan dengan tiga aspek, yaitu kampus sehat, kampus nyaman, dan kampus aman,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, pada webinar Kampus Merdeka dari Kekerasan Berbasis Gender, pada Sabtu (28/11).
Ketiga aspek tersebut harus dilakukan bersama agar terwujudnya holistic wellness, yakni seluruh warganya merasakan kebahagiaan, kegembiraan, dan semangat untuk berpacu dalam mengukir prestasi. Program Health Promoting University dapat dimulai dari kesehatan emosional, kesehatan fisik, kesehatan spiritual, lingkungan yang sehat, masyarakat yang sehat, lingkungan yang hijau, dan kampus sebagai tempat lahirnya intelektual muda.
Selain itu, kampus bebas dari kekerasan seksual memiliki empat prinsip. Keempat prinsip tersebut yaitu cegah dengan cara mempromosikan dan mengedukasi tentang kampus sehat, kemudahan dan keamanan dalam melaporkan kasus, perlindungan bagi pelapor dan penyintas, serta tindak lanjut terhadap laporan.
“Empat prinsip tersebut harus dibangun dan dipastikan ada di setiap kampus. Untuk itu Kemendikbud sedang menyiapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk kampus bebas dari perundungan dan kekerasan seksual,” kata dia lagi.
Lebih lanjut, Nizam menyampaikan, Peraturan Menteri ini dibuat bertujuan untuk memastikan kampus yang sehat, aman, dan nyaman betul-betul dapat terwujud secara berkelanjutan. Membangun masyarakat sehat dan masyarakat yang bebas dari kekerasan seksual, dimulai dari kampus yang sehat secara holistik.
Pada kesempatan yang sama, Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah menyampaikan bahwa data kasus kekerasan seksual selama Januari hingga Oktober 2020, terdapat 1.617 kasus dan 1.458 kasus. Di antaranya adalah kekerasan berbasis gender.
Banyaknya kekerasan seksual tersebut terjadi pada lembaga pendidikan. Maka, terdapat rekomendasi bagi lembaga pendidikan, yaitu mengusut laporan secara internal, menjatuhkan sanki tegas bagi pelaku, membuka unit layanan terpadu, serta membangun dan menyusun prosedur operasional standar untuk memutus rantai kekerasan seksual.
“Maka dalam menciptakan kampus aman dan nyaman tanpa kekerasan dapat dilakukan dengan menguatkan regulasi, menciptakan budaya yang zero toleransi untuk kekerasan, mengintegrasikan HKP dalam kurikulum, menyoliasasikan pemahaman agama, dan meningkatkan kecerdasan digital,” kata Alimatul.