REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Ribuan orang menggelar unjuk rasa di beberapa kota di seluruh Prancis. Mereka menentang rancangan undang-undang (RUU) keamanan yang dianggap oleh banyak masyarakat sebagai pelanggaran kebebasan.
Dilansir Saudi Gazette pada Ahad (29/11), para demonstran meneriakkan slogan-slogan menentang undang-undang baru tersebut. Polisi pun menembakkan gas air mata kepada peserta demontrasi.
Para pengunjuk rasa melihat RUU baru tersebut bertujuan untuk melemahkan kebebasan pers, media, dan ekspresi. Pasal 24 dari RUU menyebutkan hukuman pidana satu tahun penjara dan denda sebesar 45.000 euro apabila menyebarkan foto polisi dengan maksud jahat.
Namun, pemerintah menegaskan bahwa pasal ini bertujuan melindungi mereka yang terkena kampanye kebencian dan seruan untuk membunuh di jejaring sosial.
RUU ini muncul menyusul kasus tiga orang petugas polisi berkulit putih memukuli produser musik asal Afrika berkulit hitam. Presiden Prancis Emmanuel macron telah mengecam aksi pemukulan itu dan menggambarkannya sebagai tindakan "memalukan dan tidak dapat diterima".
RUU Keamanan ini melarang gambar polisi terpublikasi dan untuk meningkatkan pengawasan. Parlemen Prancis saat ini sedang memeriksa pasal 24 RUU Keamanan Nasional itu.
Kelompok media di Prancis mengatakan RUU itu berdampak buruk kepada para jurnalis yang meliput operasi polisi. Sedangkan para kritikus khawatir RUU dimaksudkan untuk menghalangi warga agar tidak meminta pertanggungjawaban polisi.
Perdana Menteri Prancis Jean Castex mengatakan pemerintah akan meninjau kata-kata RUU tersebut menyusul skandal baru atas kebrutalan polisi. Di Paris, ribuan orang berkumpul di Place de la Republique membawa bendera dan spanduk yang mengecam kekerasan polisi. Mereka menuntut kebebasan media dan menyerukan pengunduran diri Menteri Dalam Negeri.
Polisi mengatakan sekitar 3.500 orang turun ke jalan kota Nantes Prancis pada Jumat malam untuk berdemonstrasi. Serikat pekerja gabungan mengatakan angkanya antara 600-7.000.